Pemelintiran berita dapat membawa informasi yang bias di masyarakat. Hal ini menjadi berbahaya karena bisa dimanfaatkan untuk menyesatkan orang.Â
Parahnya, informasi yang dipelintir ini kadang ditujukan untuk kepentingan politik dengan sentimen SARA. Ini yang umumnya menjadi bahan bakar kebencian di masyarakat.
Seperti itulah yang dialami oleh PDI Perjuangan baru-baru ini. Partai pemerintah itu menjadi korban dari pemelintiran berita yang menyebabkan banyak orang menerima informasi sesat.Â
PDI Perjuangan diberitakan seolah-olah menganjurkan masyarakat untuk mengonsumsi daging babi. Menurut informasi yang beredar, partai berlambang banteng itu juga menghalalkan konsumsi babi untuk umat Islam.
Pemelintiran berita itu sendiri berawal dari adanya kegiatan di Sekretariat DPD PDIP Provinsi Bali terkait sosialisasi konsumsi babi untuk masyarakat Bali.
Padahal, dalam kegiatan itu, PDIP sebenarnya sedang menggelar sosialisasi untuk meluruskan isu bahwa babi bukanlah penyebab utama penyakit meningitis. Asalkan diolah dengan benar, maka babi layak dikonsumsi secara sehat.
Sosialisasi ini digelar karena mayoritas masyarakat Bali beragama Hindu yang lebih banyak mengonsumsi daging babi. Di sana, daging babi merupakan makanan sehari-hari yang menjadi kultur masyarakat.
Sosialisasi itu pun sepenuhnya digelar secara ilmiah dengan mendatangkan berbagai narasumber berlatar belakang akademisi yang telah lama meneliti soal daging babi.Â
Tiga pakar dari Universitas Udayana yang diundang adalah Peneliti Ternak Babi Prof. Komang Budaarsana (ketua Asosiasi Ilmuan Ternak Babi Indonesia), Wakil Dekan III Fakultas Peternakan Unud Dr. I. I Nyoman Tirta Aryana (Sekjen Asosiasi Ilmuan Ternak Babi Indonesia), dan dosen Fakultas Peternakan Unud Dr. Ni Luh Putu Sriyani (Ketua Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia).
Dengan demikian, telah sangat gamblang bahwa PDI Perjuangan tidak pernah menghalalkan daging babi bagi umat Islam. Partai itu hanya menyosialisasikan tata cara pemasakan yang benar mengenai daging babi kepada masyarakat/komunitas yang memang mengonsumsi daging binatang tersebut.Â
Sehingga, sosialisasi itu pun harus diletakkan pada konteks sebagai penyuluhan kepada masyarakat Bali yang beragama Hindu agar mengonsumsi daging babi dengan sehat.Â