Mohon tunggu...
Cahya Yuana
Cahya Yuana Mohon Tunggu... Widyaiswara/Trainer

Cahya Yuana adalah seorang PNS di BBPPMPV Seni dan Budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Jabatan Cahya Yuana adalah Widyaiswara atau trainer di BBPPMPV Seni dan Budaya. Cahya Yuana menaruh perhatian besar dalam kurikulum terutama kurikulum pendidikan kejuruan, asesmen kompetensi, dan juga pengembangan media pembeljaran. Cahya Yuana pada saat inni juga Editor In Chief di Jurnal Sendkraf. Selain itu Cahya Yuana juga manaruh perhatian dalam pelatihan pengembangan diri. Cahya Yuana juga aktif di beberapa organisasi masyarakat. Kontak: 087739836417

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Belajar dari Film "Sore: Istri dari Masa Depan" dalam Implementasi Pembelajaran Mendalam

30 Juli 2025   05:53 Diperbarui: 30 Juli 2025   07:24 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Ada satu hal yang terus menggema dalam batinku setelah menonton film Sore: Istri dari Masa Depan: bahwa tidak semua perubahan datang dari hal besar. Kadang, justru langkah-langkah kecil yang lembut dan sabar itulah yang diam-diam membelokkan arah hidup seseorang. Sore tidak datang dengan kekuatan super atau wejangan keras, ia hanya hadir---secara utuh, dengan cinta, dengan niat baik. Film ini menggambarkan bagaimana seseorang bisa menyelamatkan masa depan bukan dengan petuah-petuah berat, tapi dengan secangkir teh hangat, tatapan teduh, dan kehadiran yang konstan. Dan entah kenapa, sebagai seorang pendidik, aku merasa sangat terhubung dengan peran Sore itu.

Jonathan, tokoh utama dalam film itu, adalah gambaran dari banyak murid yang kita temui di ruang kelas: tampak baik-baik saja, tapi sesungguhnya rapuh, bingung, dan kehilangan arah. Ia menjalani hari-hari dengan kebiasaan merusak, merasa bebas padahal sebenarnya tersesat. Tapi ketika Sore hadir dalam hidupnya, perlahan-lahan segalanya berubah. Bukan karena Sore membentaknya untuk berhenti merokok atau mengubah pola makan, tapi karena ia hadir setiap hari, memberi pengingat kecil, menanamkan kebiasaan baru, dan lebih dari itu---menumbuhkan harapan. Sebuah perubahan besar yang lahir dari kehadiran kecil yang konsisten.

Dalam dunia pendidikan, kita sering kali terjebak dalam ambisi untuk membuat gebrakan besar. Kita merasa harus menciptakan proyek luar biasa, menerapkan metode mutakhir, atau menghasilkan siswa berprestasi tinggi agar bisa disebut guru hebat. Tapi kerap kali kita lupa, bahwa murid kita tidak selalu butuh hal yang besar---mereka butuh kehadiran yang nyata. Butuh seseorang yang menyapanya dengan nama, yang memperhatikan saat ia diam, yang mendengar tanpa menginterupsi. Dan di situlah letak kekuatan sejati pendidikan yang menyentuh hati---di antara jeda-jeda kecil, di sela percakapan singkat, dalam tatapan yang tak menuntut.

Pembelajaran mendalam bukan sekadar tentang penguasaan materi. Ia adalah perjalanan masuk ke dalam diri, menyentuh nilai, mengasah empati, dan menumbuhkan kesadaran. Dalam Kurikulum Merdeka, konsep pembelajaran yang bermakna ini digaungkan agar siswa bukan hanya pintar, tapi juga mampu berpikir kritis, kreatif, dan memiliki kepedulian. Tapi bagaimana bisa kita menumbuhkan itu semua jika kita sendiri hadir secara terburu-buru dan setengah hati? Menjadi 'Sore' dalam pendidikan berarti menjadi guru yang hadir sepenuhnya, dengan niat baik dan kesabaran panjang. Karena hanya dengan itulah pembelajaran bisa menyentuh hati, bukan hanya pikiran.

Seringkali, kita tidak tahu betapa besar dampak dari satu kalimat yang kita ucapkan. Kita mungkin lupa pernah mengatakan kepada seorang murid, "Aku percaya kamu bisa," tapi dia mungkin mengingatnya seumur hidupnya. Seperti Sore yang tak pernah tahu kapan tepatnya Jonathan mulai berubah, guru pun sering tidak tahu kapan momen perubahan itu terjadi dalam diri murid. Tapi percayalah, setiap kata baik, setiap perhatian kecil, dan setiap pengertian yang kita berikan akan tersimpan dalam ingatan mereka. Pendidikan bukan tentang seberapa cepat kita menyampaikan materi, tapi seberapa dalam kita menanamkan makna. Dan makna hanya bisa tumbuh dari kehadiran yang tulus.

Banyak guru mengeluh, "Saya sudah berusaha, tapi anak itu tetap sama." Tapi apakah kita sudah benar-benar hadir untuknya? Hadir, bukan hanya secara fisik, tapi juga secara batin. Hadir yang mau mendengar tanpa buru-buru menyela, hadir yang tidak hanya menilai kesalahan tapi mencari alasan di baliknya. Sama seperti Sore yang tidak pernah menyerah pada Jonathan, guru pun harus punya kesabaran panjang. Karena perubahan, seperti tanaman, tumbuh dalam diam dan butuh waktu untuk mekar.

Ada satu adegan yang selalu kuingat: saat Jonathan mulai menolak rokok. Ia tak langsung berhenti, tapi hanya berkata, "Nanti saja." Lalu 'nanti' itu menjadi 'tidak sekarang', dan akhirnya menjadi 'aku tak butuh lagi'. Itulah kekuatan dari pengaruh yang pelan tapi konsisten. Kita sebagai pendidik, tidak perlu memaksa murid untuk langsung berubah. Cukup tanamkan kepercayaan bahwa mereka mampu, beri ruang bagi mereka untuk memilih, dan dampingi prosesnya tanpa menghakimi. Karena yang mereka butuhkan bukan tekanan, tapi teman perjalanan.

Menjadi guru itu kadang terasa sunyi. Kita hadir setiap hari, mengulang rutinitas, mengingatkan hal-hal yang sama, memberi semangat walau tak selalu dibalas. Tapi seperti Sore, kita harus percaya bahwa kehadiran kita sedang membentuk sesuatu di dalam diri murid-murid kita. Mereka mungkin tidak berubah hari ini, tapi mereka akan mengingat bahwa ada seseorang yang dulu percaya pada mereka. Dan itu, lebih dari cukup untuk disebut keberhasilan.

Kita tidak butuh jadi luar biasa untuk jadi berarti. Kita hanya perlu hadir dengan hati yang utuh, dan keyakinan bahwa setiap anak bisa tumbuh jika disirami dengan cinta dan kesabaran. Kita tidak harus tahu segalanya, cukup tahu bahwa mereka layak didampingi. Tidak harus jadi sempurna, cukup jadi setia. Karena guru yang setia hadir, sekecil apa pun, akan selalu punya tempat dalam cerita hidup muridnya.

Jika besok kamu masuk kelas dan merasa tak membuat perubahan besar, jangan berkecil hati. Ingatlah bahwa Sore pun hanya membuat teh, menata meja, dan berkata pelan. Tapi dari semua itu, hidup seseorang berubah. Maka lakukanlah yang kecil, dengan cinta yang besar. Sapalah muridmu dengan nama, dengarkan ceritanya, sabarilah kesalahannya. Karena dari situlah pendidikan yang mendalam bertumbuh---dari cinta yang sederhana, yang hadir hari demi hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun