Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Dilema Middle Class, Antara Paradoks Kehidupan dan Jebakan Ekonomi

2 Maret 2024   16:17 Diperbarui: 2 Maret 2024   16:20 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nasib middle class|freepik.com

Kelas menengah atau sering disebut middle class sering berada pada garis aman. Namun. nasib kelas menengah selalu sama, yaitu bergerak kontan.

Apa yang lantas membuat nasib kelas menengah seakan tidak pernah mulus?

Ekonomi dunia dilandasi oleh politik. Laju pertumbuhan ekonomi dan pendapatan penduduk sebuah negara sangat erat kaitannya dengan fleksibilitas perpolitikan.

Selain itu, laju politik antara negara maju dan negara berkembang juga berbeda. Terlebih, paska revolusi industri, negara-negara maju memilki ambisi besar akan laju ekonomi dunia. 

Klasifikasi warga dunia: kelas bawah (lower class), kelas menengah (middle class) dan kelas atas (upper class) hadir bukan tanpa alasan. Sekilas, tidak perbedaan signifikan, tapi jika jeli melihat, maka setiap kelas seakan terjebak dalam ekonomi.

Negara-negara miskin yang umumnya masuk katagori lower class kerapkali menjadi ladang panen bagi negara maju, sedangkan negara berkembang akan selalu berada di tengah sebagai middle class.

Nah, perbedaan paling mencolok antara negara berkembang dan negara maju terletak pada kapasitas manusianya (human resource). Oleh karenanya, secara ekonomi keberadaan kelas menengah menguntungkan kelas atas. 

Kenapa demikian?

Negara maju selalu mengandalkan teknologi untuk terus berada di atas. Fokus mereka adalah menciptakan produk sebanyak mungkin. Agar produk ini laku, harus ada yang membelinya.

Oleh sebab itu, negara berkembang menjadi target pasar empuk. Jumlah kelas menengah di negara berkembang sangatlah besar. Misalnya Indonesia, jumlah kelas menengah mencapai 130 juta orang jika merujuk pada pendapatan.

Makanya, Indonesia dianggap penting bagi dunia maju. Perputaran uang di kalangan middle class adalah hawa segar bagi kalangan middle class. Ibaratnya, laju ekonomi dikontrol oleh mereka yang berada di tingkat atas. 

Hal ini juga disebabkan oleh perbedaan mendasar pada pola pikir (mindset), dimana pendidikan bagi kalangan atas menjadi prioritas utama.

Sebagai contoh kecil, di akhir 1990 Korea Selatan  dan Korea Utara berada pada posisi berbeda dalam hal ekonomi. Perbedaan mendasar dimulai dari kebijakan institusi-institusi dalam negeri yang akhirnya mempengaruhi laju ekonomi.

Negara punya peran penting mendorong terbukanya akses ekonomi pada pelaku bisnis. Sehingga, kebijakan yang memihak pada pelaku bisnis membuka kesempatan bagi siapapun untuk bergerak naik dari kelas bawah ke kelas menengah, hingga kelas atas. 

Namun, pengaruh dan tekanan negara lain menjadi bumerang bagi sistem pemerintahan. Jika pemerintah tidak memiliki blueprint ekonomi yang baik, nasib kelas menengah akan selamanya stagnan. 

Negara maju membutuhkan pasar besar untuk menjual hasil inovasi mereka. Alhasil, golongan middle class harus rela berada dalam jaring upper class. 

Produk berkelas semisal Apple selalu menargetkan pasar middle class. Mereka tahu bahwa kelas menengah mudah terjebak dalam gaya hidup yang sengaja'diciptakan' oleh mereka. 

Inilah mengapa nasib kelas menengah sulit berubah. Bukan karena tidak memiliki kemampuan, tapi lebih kepada jebakan ekonomi dalam gaya hidup.

Tidak heran, kita terus saja melihat kelas menengah rela terjebak dalam pinjaman kredit untuk 'terlihat' sebagai upper class. Padahal, setiap awal bulan mereka dikejar oleh bermacam hutang.

Konsep hidup kelas menengah dan atas seperti laut dan sungai. Kelas atas condong berpikir cara memutar uang, sementara kelas menengah tergoda untuk menghabiskan uang.

Manajemen keuangan menjadi tolak ukur paradoks kehidupan antara dua kelas ini. Seakan, dilema middle class bak drama berjilid dengan gambaran yang sama. 

Golongan upper class yang sedikit mudah saja mengatur lower dan middle class. Sehingga, pola pikir dan prioritas menjadi gambaran bagaimana ketiga golongan ini bisa keluar dan bangkit ke tingkat selanjutny atau terjebak pada posisi yang sama terus menerus. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun