Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Matematika dan Angka, Peran Guru dalam Memberi Kesan dan Pesan Positif bagi Siswa

15 Februari 2023   13:29 Diperbarui: 15 Februari 2023   13:44 543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Memahami angka dengan mudah.www.freepik.com

Berjibaku dengan angka bagi sebagian orang tidaklah mengasikkan. Terlebih, ketika melibatkan banyak rumus yang terkesan tak ada ujungnya. Timbul pertanyaan, apakah rasa tidak menyukai akan angka membuat seseorang sulit memahami?

Sebelum menjawab pertanyaan ini. Mari kita menganalisa beberapa faktor yang mungkin menjadi penyebab kenapa pelajaran yang melibatkan angka terkesan sulit.

Bayangan Sulit

Saya termasuk orang yang dulunya tidak menyukai pelajaran matematika. Bagi saya, berurusan dengan angka sangat ribet. Satu hal yang kemudian saya pahami bahwa pola ajar di sekolah memberi 'bayangan' sulit.

Sulit disini bermakna tidah mudah untuk dikerjakan. Alasannya, karena ketika menghadapi soal-soal tertentu jawabannya tidak didapat. 

Pengalaman belajar dalam ruang kelas dengan pemaparan yang berbelit menciptakan sebuah kesan. Nah, kesan ini kerapkali menjadi sebuah bayangan yang berbekas pada pikiran.

Jadinya, ketika berhadapan dengan angka, rasa sulit sudah duluan datang sebelum mencoba lebih lanjut. Tentu saja ini bukan hanya anggapan saya sebagai murid, beberapa teman juga merasakan hal yang sama. 

Sesudah mendalami ilmu psikologi dan cara kerja otak, saya mulai memahami kenapa ketika berhadapan dengan angka terasa sulit. Padahal, hal yang sama juga berlaku pada pelajaran lainnya.

Cara Mengajar 

Guru memiliki peran penting untuk membentuk 'bayangan' positif akan pelajaran yang diajarkan. Seringkali, saya menjumpai guru yang secara keilmuan sangat mapan, tapi secara pedagogik terkendala.

Maksudnya, mereka sangat paham teori, namun ketika menjelaskan terlalu berbelit. Akhirnya, hal yang mudah malah menjadi sulit. Nah, inilah penyebab utama kenapa banyak murid yang tidak menyukai pelajaran tertentu. 

Bukan karena mereka tidak mampu, namun lebih karena guru memberi kesan sulit pada pelajaran yang ajarkan. Ya, salah satunya adalah pelajaran matematika. 

Sebenarnya, pelajaran yang berhubungan dengan angka akan mengasikkan jika diajarkan dengan cara yang menyenangkan. Tentu saja bukan dengan pola menghafal rumus dan menyelesaikan soal semata. Itu yang sering terjadi di dalam ruang kelas. 

Jika dulu pola mengajar mengarah pada teacher centered, sekarang sudah menjurus pada student centered. Bedanya yaitu, guru masa dahulu berdiri di depan memberi ceramah, kini kesempatan berbicara porsinya lebih besar ke siswa.

Akan tetapi, tidak semua guru mampu mengalokasikan waktu dengan baik. Ada yang masih terpaku pada model ceramah, sehingga murid menjadi pendengar yang budiman. 

Coba bayangkan jika pelajaran Matematika disajikan denga pola teacher centered, apakah kesan mudah pada angka akan tertancap di benak siswa? sulit sekali!

Memahami angka dan cara kerjanya harus dengan banyak mencoba. Jika guru hanya memindahkan angka dari buku ke papan tulis, maka siswa tidak membentuk kemampuan analitik. 

Artinya, jikapun siswa mampu menjawab soal, kemampuan yang dibentuk lebih kepada mengikuti pola. Untuk siswa tingkat sekolah dasar pastinya tidak masalah, tapi pada siswa sekolah menengah, mereka harus sudah mampu menganalisa.

Apa konsekuensi yang harus ditaggung oleh siswa nantinya?

Merujuk pada pengalaman pribadi saat menyelesaikan S2 berbasis penelitian, saya terkendala pada mata kuliah statistik. Ya, ini yang saya alami ketika harus menyelesaikan thesis yang mengharuskan analisa mendalam. 

Saya mau tidak mau harus paham tentang fungsi angka dan cara menafsirkan angka pada konteks berbeda. Disini, bukan hanya perkara memahami penjumlahan, namun bagaimana cara menganalisa dan menginterpretasikan angka. 

Akhirnya, saya harus berusaha ekstra untuk paham dengan menonton Youtube dan mencari beberapa referensi bacaan yang bisa memudahkan. Butuh waktu setidaknya enam bulan untuk bisa paham secara detil penafsiran angka secara statistik. 

Pengalaman ini membuka wawasan lebih luas tentang peran guru. Walaupun dulunya saya tidak menyukai matematika, bukan berarti saya tidak bisa. 

Oleh karena itu, ketika membimbing skripsi mahasiswa, saya berusaha untuk membuka wawasan mereka tentang metode penelitian, cara menganalisa data dan bagaimana cara membuat kesimpulan.

Yang sering saya jumpai, mahasiswa tidak memahami metode penelitian dengan baik. Akibatnya, mereka berasumsi menghindari angka lebih baik daripada harus menganalisanya.

Apa yang terjadi? judul skripsi yang sering diajukan hanya sebatas mengikuti senior sebelumnya. Ketika ditanya tentang metode penelitian dan cara analisa data, mereka tidak paham dan sulit menjelaskan. 

Saya sangat maklum kenapa banyak mahasiswa yang tidak memahami metode peenelitian secara detil. Salah satu penyebab berasal dari mata kuliah Metode Penelitian yang sulit dimengerti oleh mayoritas mahasiswa tingkat akhir.

Lagi-lagi, cara penyampaian di dalam ruang kuliah terkadang terlalu tinggi. Alhasil, mahasiswa hanya paham kulit saja, sedangkan intinya tidak dimengerti dengan baik. 

Kemudian, mereka mengajukan proposal penelitian. Rujukan paling banyak adalah skripsi senior yang sekedar ikut-ikutan. Pemahaman angka yang menyulitkan membuat arah penelitian condong ke kualitatif.

Tidak banyak mahasiswa yang 'ikhlas' untuk mengajukan proposal memakai metode penelitian kuantitatif. Katanya, ribet dan sulit menganalisa data. 

Pada kenyataannya, penelitian kualitatif sama ribetnya jika tidak padai menafsirkan atau menderskripsikan data. Ya, ibaratnya lari dari kejaran harimau dan akhirnya berujung pada mulut buaya. 

Angka tetaplah angka. Sulit tidaknya bukan pada pesan yang disampaikan tapi terletak pada kesan yang disimpan. Apa artinya? guru harus mampu memberi kesan mudah pada siswa dan jangan memberi pesan negatif. 

Makanya, julukan guru pahlawan tanpa tanda jasa benar adanya. Fungsi guru bukan hanya sebagai transfer of knowledge. Lebih dari itu, guru haruslah mampu memberi kesan yang baik atas pelajaran yang diajarkan. 

Dengan begitu, siswa akan selalu menyimpan kesan positif akan pelajaran yang pernah diambil saat masa sekolah.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun