Selama seminggu berada di kota Medan, saya mengamati banyak hal. Diantaranya, beberapa kali berpergian dengan jasa Gojek, ada rangkaian kisah di balik ragam wajah pengemudi.
Setidaknya ada sepuluh kali saya memesan Gojek untuk berpergian ke berbagai tempat dan bermacam pengemudi saya temui. Dari yang ramah sampai yang judes.
Satu kesamaan yang saya jumpai adalah hampir rata-rata pengemudi memprotes pemberlakuan alur satu arah yang mengakibatkan kemacetan tidak biasa di beberapa pusat kota.
Bagi mereka, aturan satu arah malah memperparah keadaan. Antrian kendaraan yang semakin panjang membuat jalur rejeki pengemudi semakin macet.
Akibatnya, minyak semakin boros dan waktu di jalan semakin lama. Di satu sisi mereka mengejar target untuk mendapatkan penumpang lebih banyak, namun keadaan jalan tidak begitu berpihak.
Ada juga pengemudi yang mengejar review agar poin bertambah, lalu mereka abai untuk berlaku ramah pada pelanggan yang memesan jasa gojek padanya.
Pernah suatu hari saat hendak menuju ke pusat kota, saya mendapati pengemudi yang sibuk menelpon dengan nada bicara keras, seolah di belakangnya tidak ada siapa-siapa.
Lebih parahnya lagi, pengemudi ini menurunkan kami bukan pada tempat pemberhentian yang seharusnya, lalu dengan gampang ia berkata "turun, udah turun disini aja". Dari 10 pengemudi, hanya pengemudi ini yang tidak menghargai penumpang.
Saya berpikir sejenak, kok bisa ya ada orang yang seperti ini memperlakukan penumpang. Padahal, jelas ia membutuhkan penumpang dan sikap buruknya malah menjauhkannya dari penumpang.
Di lain kesempatan, saya menjumpai seorang pengemudi yang sangat baik. Saat memesan makanan memakai jasa Gojek, saya menghampirinya untuk mengambil makanan yang saya pesan.