Pola belajar outdoor dengan mengunjungi gedung bersejarah, rumah adat, dll lebih memberi bekas pada memori siswa. Pada akhirnya, jadikan field visit menjadi sebuah karya yang dituliskan oleh para siswa.Â
Contohya, setiap kali siswa-siswi melakukan field visit ke suatu tempat yang memiliki nilai adat istiadat, tugaskan mereka dalam sebuah grup berisi 3-5 orang. Lalu, arahkan siswa untuk menulis penjelasan dari tetua kampung yang ditugaskan untuk mentransfer ilmu tentang adat istiadat.
Kompilasi dari tulisan kelompok nantinya dijadikan sebuah rangkuman berbasis sebuah proyek tulisan. Pola ini lumrah dikenal dengan Project Based Learning (PBL), dimana siswa belajar dari sebuah proyek.
Bayangkan saja, siswa-siswa bisa menelurkan karya tulisan terbaik dan menjadi buku fenomenal tentang adat istiadat dan sejarah. Semua karya tulisan siswa bisa disortir, diserahkan ke pemuka adat, divalidasi, kemudian diletakkan di meja editor untuk dikemas menjadi karya terbaik.
Cara ini sangat ampuh untuk meningkatkan literasi daerah melalui karya siswa setempat. Bukan tidak mungkin karya tulisan siswa bisa dipublikasi, diterjemahkan kedalam bahasa Inggris dan memiliki nilai jual yang besar.
Bukankah ini menjadi sumber pendapatan sekolah dan sekaligus daerah juga? Eksplorasi budaya dan adat istiadat berbentuk PBL sangat manjur jika diarahkan dengan baik.Â
Siswa bisa belajar langsung dari sumber asli, makanan-makanan daerah bisa ditampilkan dan diajarkan ke generasi muda, nilai adat istiadat didapat dan memori budaya juga terikat kuat.
Semoga pemerintah serius untuk membantu membagikan seragam baju adat. Kan katanya negara Indonesia kaya raya, masak bagi seragam aja ga mampu, kan mau 2024.. ehhhhhh
