Ideologi adalah grund norm dasar dari setiap aturan. Bahkan telah menjiwai dan dijiwai Konstitusi. Disejajarkan dengan pilar berbangsa saja tidak bisa. Alasan penempatan dalam UU justru mengacaukan tatanan sistem hukum.
Kedua, Pada konsideran "mengingat" point 2 sampai 8 tidak ada Tap MPRS No.XXV/MPRS/1966. Sedangkan pada point 1 hanya berkaitan dengan kewenangan DPR. Konsekuensi logisnya seperti apa?
Khusus pada Tap MPRS tersebut sangat krusial dan menyangkut potensi terjadinya pergolakan ideologi baru. Masih sangat logis, misalkan dicantumkan Tap MPR No.1/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Tap MPRS dan Tap MPR Republik Indonesia Tahun 1960 sampai dengan 2002. Ini sudah dapat merangkum Tap MPRS sebelumnya. Ini memiliki legalitas.
Tanpa adanya Tap MPRS tersebut justru membuka ruang perdebatan terhadap ideologi lain selain Pancasila. Bisa ditafsirkan secara liar oleh publik. Termasuk mengacaukan jenjang hierarki aturan hukum (Pasal 7 ayat (1) UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan).
Ketiga, pada Pasal 3 berkaitan dengan usulan perumusan Pancasila saat sidang BPUPKI. Konsekuensi logisnya seperti apa?. Dalam ayat (1) merupakan rangkuman dari 3 tokoh pada sidang pertama BPUPKI. Hal ini hanya mendaur ulang sejarah saja. Semua sudah didebatkan. Tidak perlu diuang lagi. Apalagi dalam ayat (2) sangat tendensius dengan mengutip dari Presiden Soekarno saja. Bukan yang lain juga ikut dicantumkan. Ini bisa disalah artikan lain.
Keempat, pada Pasal 7 tentang perdebatan Presiden Soekarno saat sidang BPUPKI. Konsekuensi logisnya seperti apa?. Dalam ketiga ayat tersebut merupakan isi dari Pidato Presiden Soekarno saat sidang pertama BPUPKI. Hal ini lagi-lagi hanya mendaur ulang sejarah saja.
Bahkan secara gamblang penyebutan redaksional Tri Sila dan Eka Sila dapat menimbulkan kegoncangan tafsir publik. Walau maksudnya bukan pada Gotong Royong, tapi dengan mendaur ulang sejarah berpotensi membuka perdebatan publik lagi.
Kelima, pada Pasal 44 Presiden tentang pemegang pengendali ideologi negara adalah Presiden. Konsekuensi logisnya seperti apa?. Presiden adalah jabatan publik. Pun secara tidak tidak langsung melekat jabatan politis.
Hal ini sangat rawan terjadi pergeseran dari jabatan publik ke sifat politis. Apalagi Presiden secara persona diberikan mandat dalam mengendalikan ideologi negara. Walaupun tidak ada jaminan, tapi bisa saja terindikasi dapat digunakan guna mendeskriditkan para pihak yang berada di luar pemerintahan.
Dampak RUU HIP Terhadap Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Pemurnian ideologi negara dalam sejarah telah terbentuk dalam kelembagaan guna menjaga nilai Pancasila tetap dikenal masyarakat. Zaman Presiden Soekarno ada Tubapi, Presiden Soeharto ada BP7 dan Presiden Jokowi ada BPIP.