Mohon tunggu...
Rokhis Khomarudin
Rokhis Khomarudin Mohon Tunggu... -

Lahir di Pekalongan, tinggal di Jakarta, pernah tinggal di Jerman selama 4 tahun, suka Bayern Munich, suka makan sambil ati, nasi goreng kambing, kaeze spaetzel, nasi briyani, dan sego megono.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sistem Pendidikan Indonesia, Mendidik Gak Ya..

14 April 2012   16:59 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:36 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Baru kali ini aku diminta istri untuk hadir di rapat sekolah anak saya yang kebetulan sekarang kelas 6 SD untuk mendengarkan sosialisasi Ujian Nasional, Ujian Sekolah dan Sistem Penerimaan Murid Baru oleh sekolah. Hampir seluruh orangtua siswa hadir dalam acara tersebut. Sebelum masuk ruangan, saya mendapatkan selembar kertas hasil tryout UN anak saya yang sudah ikut sekurangnya 5 kali tryout UN. Gak kaget sih, karena istriku selalu cerita tentang tryout-tryout ini, wah apa gak membosankan ya bagi anak umur 11 tahun mengikuti tryout UN segitu banyaknya, apakah mereka tidak pusing mengikuti kegiatan ini. Tercatat ada sekitar 6 kali tryout yang dilakukan di sekolah ini dan mungkin juga diadakan sekolah yang lain, karena tryout itu sudah berdasarkan tingkatannya, baik tingkat binaan, tingkat kecamatan, maupun tingkat kabupaten. Bagi saya, ini agak aneh, karena tryout-tryout ini adalah acara instan untuk mendongkrak nilai UN dan hanya mengejar prestasi akademik saja. Beban anakpun semakin besar. Itu satu hal yang agak aneh yang saya peroleh hari ini.

Tidak hanya itu, dalam pidato kepala sekolah dan ketua komite sekolah terdapat suatu penekanan bahwa nilai UN akan mempengaruhi dalam mendapatkan sekolah favorit. Terdapat pengkelasan sekolah-sekolah SMP Negeri berdasarkan prestasi akademik siswa-siswanya. Hemm.. menurut pendapat saya, hal ini kurang pas karena Indonesia telah menetapkan wajib belajar 9 tahun, yang artinya setiap anak di Indonesia harus mengenyam pendidikan 9 tahun sampai tingkat SMP. Kewajiban ini, tentunya harus difasilitasi dengan infrastruktur pendidikan yang baik dan memiliki standar yang sama. Pendidikan sampai tingkat SMP merupakan kewajiban pemerintah untuk memfasilitasi kegiatan belajar mengajar agar semuanya memiliki standar yang sama. Menurut saya tidak perlu SD atau SMP Swasta, Pemerintahlah yang harus menyelenggarakan tingkat pendidikan dasar ini. Jika sekolah-sekolah pada tingkat pendidikan dasar ini memiliki suatu standar yang sama, maka anak-anak dibawah umur 15 tahun tidak perlu pergi jauh-jauh dari lingkungannya untuk mencari sekolah favorit, karena di dekat tempat tinggalnya terdapat SD atau SMP yang memiliki standar yang sama. Orangtua tidak perlu repot kesana kemari mencari sekolah, karena mungkin dapat diatur, bahwa SD A dan SMP B hanya menampung anak-anak dari kelurahan yang di dekat lokasi sekolah tersebut. Pemerintah dapat mengatur itu saya kira. Secara otomatis, anak-anak yang berdomisili di dekat sekolah akan terdaftar di sekolah tersebut tanpa diskriminasi. Setelah mendapatkan pendidikan dasar ini, baru dilihat kemampuan si anak, setelah tingkat dasar, mereka dapat diarahkan sesuai dengan bakat dan keterampilannya. Peran guru sangat penting untuk melihat setiap kemampuan anak didiknya sehingga dapat diarahkan ke sekolah kejuruan atau sekolah menengah umum. Sehingga anak didik akan terarah sesuai dengan bakatnya, bukan prestasi akademiknya. Pada tingkat pendidikan dasar, seharusnya pemerintah menyelenggarakan pendidikan dengan standar yang sama, baik guru maupun fasilitas sekolahnya. Itu point kedua yang ingin saya sampaikan.

Point ketiga, karena masih melihat dari prestasi akademik, sekolah kelihatannya akan memilih standar yang rendah karena ada 3 siswa yang selama mengikuti tryout UN memiliki nilai dibawah 3, supaya lulus 100%, dan nama sekolah masih tetap baik, dan banyak diminati untuk dimasuki anak didik. Saya kira hal ini tidak akan terjadi jika kita melihat point kedua yang telah saya sampaikan. Tidak ada sekolah favorit untuk tidak pendidikan dasar dan pemerintah harus mengatur itu. Masalah pada point ketiga ini tidak akan terjadi. Secara khusus, anak-anak yang memiliki nilai kurang dari 3 harus mendapatkan binaan secara khusus (inklusi), dan perlu digali minat dan bakat dari si anak dan terus dipantau perkembangannya. Pada saatnya nanti, jika anak ini melewati pendidikan dasarnya, maka guru dapat mengarahkan studi lanjut bagi si anak didik, dan tentunya didiskusikan dengan orangtua tentang kondisi, minat, bakat, dan kemampuan anak. Orangtua juga harus menerima, jika misalnya memang si anak diputuskan tidak dapat mengikuti kuliah atau pendidikan tinggi yang tidak sesuai dengan kemampuan si anak.

Ada beberapa masalah lain, saya pengin utarakan tapi tidak begitu krusial. Kesimpulan yang ingin saya utarakan dalam tulisan ini adalah bahwa seharusnya pendidikan dasar itu sepenuhnya dikelola oleh pemerintah, tidak ada sekolah swasta dalam tahap pendidikan ini (bukan sekolah swasta dibubarkan, namun harus diambil alih oleh pemerintah), pemerintah menyediakan sekolah pada tingkat dasar ini dengan standar yang sama baik guru maupun fasilitasnya, dan sekolah harus dekat dengan anak didiknya (diatur bahwa sekolah A atau B harus menampung murid yang berdomisili di sekitarnya. Anak-anak dipantau terus bakat, minat, dan kemampuannya. Saya kira dengan pemantauan sesuai bakat, minat, dan kemampuan ini, Indonesia akan memiliki SDM yang berkualitas dan sudah dideteksi sejak dini.

Saya bukan ahli di bidang pendidikan, namun saya hanya ingin, anak-anak kecil kita tidak diforsir dengan hal-hal yang terkait dengan UN. Saya usul agar UN dihapuskan untuk tingkat SD.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun