Mohon tunggu...
Mas Nawir
Mas Nawir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta/Penulis lepas

Vlogger Blogger Youtuber

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memberi Itu Bermanfaat untuk Kita Sendiri

20 Februari 2020   21:14 Diperbarui: 20 Februari 2020   21:19 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Entah mengapa hari ini banyak sekali peminta-minta yang mampir ke rumah kami. Sampai sesiang ini sudah 8 orang yang datang, menadahkan tangan dan memohon sedekah seikhlasnya. 

Bahkan ada ibu-ibu yang menggunakan proposal dan map yang lusuh, mengaku dari luar kota. 

Karena mereka sudah berusaha meminta, dan kebetulan saya ada. Maka saya pun belajar ikhlas mengulurkan tangan walau nilainya tak seberapa. 

Terkadang, istri saya memanggil orang tua yang yang berkeliling di perumahan membawa sabit dan cangkul, diberinya sepiring nasi dan sayur seadanya,  ditambah segelas air teh hangat untuk menambah nyaman suasana. 

Memberi kok pamer, lah apa yang bisa dipamerkan dengan pemberian 1000-2000 rupiah?  Buat beli makan di warung juga tidak boleh. Bahkan putri kecil saya sekarang sudah tak lagi mau menerima uang  2000.

Terlepas dari persoalan agama yang membahas tentang pahala, memberi sesuatu pada orang lain yang membutuhkan merupakan proses sosial yang yang mengukuhkan persaudaraan. 


Ada dimensi sosio-psikologis dari sebuah proses pemberian. Dan itu tidak tergantung besar atau kecil, banyak atau sedikit. 

Terlebih memberi sesuatu yang sangat dibutuhkan. Tentu akan bernilai ganda bagi penerimanya. 

Saya teringat saat dulu mengawali hidup berumah tangga. Kondisi sulit benar-benar membuat saya tak berdaya. Melamar bekerja di berbagai tempat,  jawabanya hanya satu, tidak diterima. 

Lalu seorang kawan sekolah SD yang sudah jadi pengusaha restoran memberikan saya modal. Gratis tanpa agunan bahkan tanpa angsuran. Tapi ia berpesan agar uang yang ia berikan bisa dibuat modal berjualan. Dan akhirnya timbul pikiran untuk berjualan makanan. 

Dagangan siomay yang saya jual sekarang,  dulu berasal dari sebuah pemberian. Seseorang yang hatinya dipenuhi penghargaan dan rasa kemanusiaan, hingga dagangan saya berkembang dan saat ini sudah punya ribuan pelanggan. 

Dalam pemberian memang tak boleh ada sifat rahasia yang tersembunyi. Baik karena rasa pamer dan tinggi hati. Sebab memberi adalah manivestasi sifat ilahi yang selalu memberi tanpa mengharapkan kembali. 

Dalam memberi, saya pernah mendapatkan pengalaman yang sangat berharga.  
Waktu itu dagangan sepi. Saya sudah habis modal, karena keperluan untuk belanja dagangan digunakan untuk keperluan keluarga.  

Kalau tidak salah di dompet hanya ada uang Rp. 75.000. Saat itu saya niat berbelanja ke pasar. Dan akan berencana hutang untuk mendapatkan barang dagangan. 

Lalu di sebuah lampu merah, saya melihat seorang gadis menggendong bocah. Membawa payung sambil membawa beberapa lembar koran. Anak yang digendongan terus menangis. 

Saya bertanya, itu siapa? 

Secara singkat gadis itu bercerita bahwa itu adalah anaknya. Suaminya pergi entah ke mana. Dan meninggalkannya dalam sengsara. Sudah sesiang ini tak satupun koran yang dijualnya dibeli orang. 

Sejenak saya merenung. Dan menangisi diri sendiri. Mengapa ada lelaki yang sedemikian tega. Membiarkan anak istrinya menderita. 

Tanpa berpikir panjang saya merogoh dompet, dan saya serahkan isinya pada si gadis. Saya belajar ikhlas, meskipun hati berat karena saya juga punya keperluan mendesak. Tapi sudahlah,  saya berbalik arah, berbalik putar haluan menuju jalan pulang. 

Selama perjalanan di atas motor,  pikiran saya benar-benar kosong. Tak ada satupun hal yang bisa saya pikir. 

Sampai di rumah, sebuah mobil bagus  sudah menunggu. Sepasang suami istri berseragam hijau loreng dan  hijau muda, duduk di teras rumah. 

Ternyata beliau ini adalah anggota TNI, yang akan menikahkan putrinya. Saya diminta untuk menyediakan 1000 porsi untuk tamu undangannya. 

Memberi memang mengandung rahasia. Ada banyak rezeki yang tak diduga bagi orang yang mau melakukannya.
Meskipun  religius eksperient tiap orang berbeda. Tapi nilai universal dari gerakan memberi akan menciptakan efek empati, belajar merasakan penderitaan orang lain. 

Kita memang tak bisa memberi kepada semua orang. Tapi setidaknya sebuah semangat meemberi dengan  niat meringankan lebih mulia daripada sekedar membicarakan. 

Dan niat yang tulus penuh keikhlasan akan berdampak baik bagi alam, akan sebuah sirkulasi dan rotasi  yang memungkinkan sebuah sistem berjalan saling melengkapi dan menyempurnakan. 

Dalam konteks ajaran agama kita mengenal konsep sepersepuluhan untuk gereja selain kolekte setiap minggu. Kita juga mengenal zakat 2,5% setiap tahun untuk membersihkan harta dari kotoran. Serta hibah, infaq dan sedekah sebagai kekuatan ukhuwah. 

Panas,  dingin, matahari, hujan, adalah anugerah alam. Pemberian Tuhan untuk kemaslahatan kehidupan. 

Dan hanya manusia yang mau berpikir menggunakan akalnya akan keberadaan alam yang telah diberikan, dan mengelolanya dengan penuh tanggung jawab dan rasa syukur, untuk kehidupan selanjutnya yang lebih baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun