Mohon tunggu...
Mas Nawir
Mas Nawir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta/Penulis lepas

Vlogger Blogger Youtuber

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengelola Amarah Menjadi Berkah

17 Februari 2020   12:55 Diperbarui: 17 Februari 2020   13:01 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hidup dikelilingi orang pemarah itu memang susah, takkan nyaman dan penuh masalah,  ini salah itu salah.

Apalagi sifat pemarah itu harus melekat dalam orang-orang yang dekat dengan kita. Bisa orang tua, anak,  atau tetangga.

Terlebih orang asing di jalanan dan media sosial banyak yang mengumbar amarah,  dan tak menyadari resiko dalam aksi  yang timbul dari sebuah kemarahan.

Dalam demonstrasi banyak orang marah-marah, memprotes keadaan yang tak bisa disanggah.  Bahkan time line media sosial menyuguhkan aroma marah,  dengan diksi sarkatis seakan luka berdarah-darah.

Marah memang sifat alami makhluk hidup.  Hewan dan manusia,  sebagai upaya mempertahankan diri untuk bisa lepas dari sebuah ancaman dan tekanan psikologis.

Dengan marah,  pengancam akan beringsut mengurungkan niat. Dan mencari lagi kesempatan di lain waktu.

Marah atau Kemarahan,  adalah suatu emosi yangsecara fisik mengakibatkan antara lain peningkatan denyut jantung, tekanan darah, serta tingkat adrenalin dan noradrenalin. (Wikipedia)

Kita juga memiliki rasa marah.  Saat kecil meminta dibelikan oleh orang tua,  tidak dituruti. Lalu mengeluarkan emosi dengan menangis dan marah-marah.

Saat sekolah saya juga pernah kena marah, dihukum oleh guru di depan kelas dan pantat  dipukul  dengan penggaris kayu.

Orang tua juga bisa marah. Mengeluarkan emosi dengan cara mengungkapkan kalimat-kalimat kasar, bahkan dalam bentuk agresi sebuah hukuman.

Saya juga pernah menyaksikan orang tua yang marah dan memukuli anak dengan sandal pas di mulutnya. Darah mengucur  dan tangis yang tertahan membuat saya gemetaran. Padahal masalahnya sepele, ia tidak punya uang. Saya memberikan  sebungkus siomay sebagai hadiah.  Ayahnya  datang dan marah-marah, melemparkan uang sambil menyumpah.  Bahkan menuduh saya menganggap anak ini miskin seperti sampah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun