Memang tak mudah menjaga Cinta. Apalagi bila ekonomi goyah. Terlebih pasangan muda yang menikah karena terpaksa.
Sebut saja Nina (bukan nama sebenarnya), ia gadis yang cantik. Karena kurangnya pengawasan orang tua, ia tergelincir dalam pergaulan bebas.
Bangku Kelas III di sekolahnya terpaksa harus ia tinggalkan karena perutnya telah membuncit berisi janin dari teman sekelasnya. Akhir tahun yang ia rayakan bersama teman-teman sekelasnya menjadi sarana praktek hubungan terlarang. Pacarnya berhasil memperdayanya, dan ia hamil di luar nikah.
Ayahnya seorang sopir mobil box pengantar es krim, yang penghasilannya tak menentu. Sementara ibunya hanya ibu rumah tangga biasa yang harus berjuang mengirit biaya agar keluarga tetap bisa makan.
Apa boleh buat, Nina harus dinikahkan paksa pada seorang lelaki yang tergolong masih bocah. Hanya upacara akad sederhana tanpa undangan pernikahan. Dan hanya dihadiri oleh tamu kerabat kedua keluarga.
Usia sepantar, secara psikologi memang belum matang. Pasangan muda yang masih menggantungkan hidup pada orang tua ini harus menerima beban mengasuh dan membesarkan anak.
Perkawinan anak-anak ingusan ini tak berlangsung lama.
Perselisihan kecil sering terjadi. Dan membuat Joko (nama suami Nina ), terkadang tak pulang entah tidur di mana.
Untuk menyambung hidup Nina bekerja sebagai sales minuman kaleng yang beroperasi di seputaran pelabuhan dan pangkalan truck di Semarang. Pekerjaan yang penuh resiko pelecehan oleh para sopir ini terpaksa dilakoni Nina demi Pampers dan susu anaknya agar tetap terbeli.
Pekerjaan ini sebenarnya cukup prospektif. Dilihat dari kehidupan bos nya yang cukup mapan. Beberapa armada sudah bisa dibelinya. Rumah megah pun dimilikinya . Hanya dengan modal kaos seragam dan biaya makan siang, para seller minuman berkeliling menantang resiko dan mengalirkan pundi-pundi uang  ke pemiliknya.