Mohon tunggu...
Emdeje Mdj
Emdeje Mdj Mohon Tunggu... -

Pernah menjadi reporter, bekerja di beberapa bank dan kini terdampar di pemerintahan. Hobi makan, nulis dan punya obsesi jadi usahawan.\r\ncomplicated dan "mbulet". Suami dari seorang wanita dan ayah dari Ara.\r\n

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Runtuhnya Rumahku!

6 Juni 2011   06:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:49 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dahulu, di wilayah Nusantara ini pernah berdiri sebuah kerajaan yang wilayahnya melebihi Indonesia. Walaupun belum menemukan Pancasila, kerajaan ini mampu membuktikan pada dunia menjadi bagian sejarah peradaban manusia. Di Era revolusi berdirinya kerajaan, intrik dan tipu daya mewarnai sebuah cerita tentang sepak terjang Raden Wijaya. Mulai dari Sora, Nambi dan Ranggolawe mengisi babak pertama berdirinya majaphit. Jika intrik yang terjadi pada awal berdirinya Indonesia adalah adanya perlawanan DI/TII, PRRI/Permesta, RMS, dan lain sebagainya.

Kemudian datanglah masa, seorang pemuda yang gagah perkasa yang ikrarnya mampu menjadi pelita bangsa Indonesia. Sumpah Palapa diyakini sebagai janji suci sang pemuda untuk menyatukan nusantara dalam sebuah satu kesatuan kekuasaan. Tibalah masa Majapahit menjadi kerajaan yang tersohor di era Hayam Wuruk dengan mahapatih gadjah Mada. Dengan corak agraris dan perdagangan, serta birokrasi yang sudah tertata pemerintahan Hayam Wuruk menjadi salah satu era keemasan Majapahit.

Dan sampailah pada suatu masa, dimana kemunduran sebuah bangsa dimulai. Yaitu era Brawijaya. Pada masa itu, majapahit dilanda perilaku nista para pemimpin-pemimpinnya. Elit hanya mementingkan kekuasaan tanpa ada kepedulian terhadap sesama. Sementara agama diajarkan hanya untuk melanggengkan sebuah kekuasaan.

Elit berperilaku korup, sementara rakyat semakin acuh tak acuh. Rakyat dihadapkan pada pertarungan antara rakyat sendiri dengan atas nama globalisasi ekonomi. Tidak ikut sama dengan mati. Politik cuma sebatas janji dan yang terpenting perut sudah terisi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun