Mohon tunggu...
MJK Riau
MJK Riau Mohon Tunggu... Administrasi - Pangsiunan

Lahir di Jogja, Merantau di Riau

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Jokowi, dari Damarwulan Menjadi Ken Arok atau Untung Suropati?

19 Maret 2019   04:43 Diperbarui: 19 Maret 2019   09:39 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Damarwulan adalah satrio pada jaman Majapahit yang berhasil mengamankan kerajaan Majapahit dari berbagai kekisruhan yang terjadi di negara Majapahit pada jaman Ratu Kencana Wungu memerintah negeri Majapahit. 

Damarwulan merupakan personifikasi dari Satrio lemah kembut, suka bekerja keras, mau hidup sederhana, dekat dengan kehidupan rakyat kecil. Damarwulan lebih menjanjikan solusi dari pada intrik, intimidasi, kolusi, manipulasi yang sering terjadi di pusat kekuasaan. Begitu juga halnya pada saat Ratu Kencana Wungu memimpin Majapahit.

Ratu Kencana Wungu selalu merasa mendapat intimidasi dari Menak Jinggo, Pangeran dari Banyuwangi yang sakti Mandraguna. Menak Jinggo tidak pernah jera untuk selalu mencoba memperistri Ratu Kencana Wungu, walaupun dengan jalan intimidasi.

Damarwulan juga merupakan korban dari intrik kekuasaan di Majapahit yang selalu dilakukan oleh Patih Logender. Yang berkolusi dengan anak anak Lelakinya, untuk dapat meraih puncak kekuasaan di Majapahit. Bahkan tidak tidak segan, Patih Logender bersama ke dua anak lelakinya, memanipulasi hasil kemenangan Damarwulan atas Menak Jinggo menjadi kemenangan mereka.

Damarwulan adalah legenda Kesatria yang sering disiasiakan. Namun dengan berbagai jalan yang ditempuhnya, selalu ada jalan ke luar. Ketika mengabdi di rumah Patih Logender, Damarwulan justru mampu menarik hati Dewi Anjasmara, putri Patih Logender yang sangat galak. Damarwulan kemudian dimanfaatkan Patih Logender untuk menumpas intimidasi Menak Jinggo, sebagai bagian dari intrik Patih Logender pada pusat Kerajaan Majapahit.

Kemenangan Damarwulan pun kemudian di manipulasi menjadi kemenangan ke dua anak lelakinya, dihadapan Ratu Kencana Wungu, Pemimpin Kerajaan Majapahit. Damarwulan sangat disayang oleh masyarakat jawa. Damarwulan menjadi idola, bagi para orang tua, dan menjadikan contoh bagi orang tua dalam menasehati anak anaknya pada saat mereka ingin berjuang meraih sesuatu.

Bagaimana dengan Ken arok ?

Ken Arok juga bukan tokoh asing, bagi masyarakat Jawa. Ken Arok merupakan Raja yang sangat disegani, kalau tidak boleh dikatakan Raja yang ditakuti. Ken Arok juga dipercaya, bersama sama dengan Ken Dedes yang menurunkan trah Raja Raja Jawa.

Memang Ken Arok sangat fenomenal dan menegangkan kisah hidupnya. Ken Arok yang tadinya merupakan seorang Perampok, akhirnya mampu menjadi Raja Singasari karena jatuh cinta kepada Ken Dedes, istri Tunggul Ametung seorang Akuwu di Tumapel. Konon ketika Ken Dedes sedang turun dari kereta, Ken Arok yang sudah menjadi pengawal istana, melihat paha Ken Dedes yang kainnya tersibak karena tiupan angin. Cerita lain menyebutkan Ken Arok melihat cahaya yang memancar dari bagian dalam tubuh Ken Dedes. Sejak itu Ken Arok tidak bisa tidur.

Hari hari setelah peristiwa itu Ken Arok hanya memikirkan Ken Dedes. Ken Arok ingin memperistri Ken Dedes. Ken Arok yakin, kalau bisa memperistri Ken Dedes maka anak keturunannya akan menjadi Raja. Dengan segala cara, Ken Arok berusaha memperistri Ken Dedes. 

Dari memesan Keris kepada Empu Gandring dan membunuh sang Empu karena keris yang dipesan tidak juga selesai selesai. Sampai meminjamkan keris tersebut kepada Kebo Hijau, yang dengan bangga mengenalkan kepada banyak orang kalau dia memiliki keris itu. Serta membunuh Tunggul Ametung sang Akuwu Tumapel, untuk kemudian memperistri Ken Dedes.

Namun Ken Arok terus berjaya. Ken Arok bukan hanya ingin menjadi Akuwu di Tumapel, tetapi memperluas kekuasaannya, bahkan sampai memproklamirkan sebagai Raja dari Kerajaan Singasari. Kerajaan Singasari di bawah pimpinan Ken Arok menjadi Kerajaan Besar di Jawa.

Lain lagi dengan Untung Suropati. Bocah Bali yang dijadikan budak belian oleh Belanda itu ternyata membawa nDaru. Orang Belanda yang memperkerjakan Untung yang dibawa ke Batavia, itu konon kabarnya selalu beruntung setelah memperkerjakan Untung. Namun Untung karena mungkin ketiban nDaru, berani mempersitri anak majikannya, Suzane. Kontan Ayah Suzane ngamuk. Sejak itu Untung jadi buronan Belanda.

Karena satu dan lain hal, Untung diajak berunding Belanda, kalau mau bekerja sama untuk menawan salah seorang Pangeran, Untung akan dilepas statusnya dari buronan bahkan akan diangkat menjadi perwira. Konon salah satu syarat Pangeran tersebut mau ditawan kalau yang menjemput adalah Perwira asli pribumi. Suatu hal yang mustahil. Namun terjadi. Mungkin karena nDaru suka manjing sama Untung. Namanya juga Untung. Akhirnya sang pangeran berhasil ditawan.

Namun di tengah jalan, sang Pangeran yang menjadi tawanan Untung diperlakukan secara semena mena oleh Perwira Belanda. Untung tidak terima melihat kejadian tersebut. Hati kecilnya memberontak dan akhirnya Untung melakukan perlawanan, yang tentu saja Untung menjadi buronan lagi. Ketika istri pangeran tawanan Untung meminta bantuan di antar ke keluarganya di Keraton Mataram, Untung menyanggupi untuk mengantarnya.

Di tengah jalan, Untung berselisih paham dengan Pangeran Suropati. Dengan penyelidikan yang seksama ternyata Pangeran Suropati dinyatakan bersalah. Kembali Untung ketiban nDaru. Untung pun mendapat julukan Untung Suropati.

Sesampai di Keraton Mataram, Untung Suropati diterima dengan baik bahkan dilindungi dari kejaran Belanda. Pada peperangan dengan Keraton Mataram tersebut, Kapten Tack sampai tewas. Kemudian Untung Suropati diberi kekuasaan di salah satu Kadipaten di daerah Jawa timur. Untung Suropati, bocah Bali yang tidak jelas asal usulnya, menjadi budak belian, karena ketiban nDaru, berani melawan Belanda dan bisa menjadi pemimpin di masa jayanya Kerajaan di Jawa. Untung Suropati pun diangkat menjadi Pahlawan Nasional.

JokoWi dari Walikota Solo, Gubernur DKI kemudian saat menjelang Pilpres 2014, bagai Damarwulan. JokoWi sangat disayang masyarakat dan bahkan dianggap sebagai media darling. 

Namun setelah menjadi Presiden, JokoWi harus menghadapi berbagai hambatan tantangan dan ancaman. JokoWi bahkan kemudian merangkul kekuatan politik lain, untuk dapat lebih melancarkan langkah-langkah yang diambil. Golkar menjadi salah satu partai besar yang mendekat kepada JokoWi.

Kekuatan Golkar dan partai partai lain, seperti Nasdem, PPP, PKB, seolah dapat digunakan untuk melepaskan ketergantungan JokoWi dari PDIP. Pilada serentak terakhir sebelum Pilpres, dapat menjadi indikasi hal itu. Keinginan RK untuk maju mencalonkan diri pada Pilkada DKI, bisa jadi batal karena RK disiapkan untuk Pilkada Jabar. 

Begitu juga nama GP yang sempat muncul di Pilkada DKI, yang juga kemudian surut. Kekalahan beberapa calon dari PDIP pada Pilkada serentak sebekum Pipres, sementara Gubernur pemenang Pilkada di Jawa seolah condong ke JokoWi, dari pada ke PDIP, seolah mensyaratkan JokoWi tidak lagi ingin berperan sebagai Damarmulan. Kemampuan lobi untuk meloloskan PT dalam Pilpres bahkan dapat menjadi indikasi JokoWi akan menjadi Ken Arok.  

Namun kekuatan JokoWi yang mampu menghipnotis kelompok kelompok masyarakat dan partai  politik, justru pudar pada penentuan Cawapres. Drama munculnya nama Kyai MA menggantikan MMD, karena untuk menepis isu teralienasi JokoWi dari kelompok Islam, mengindikasikan Jokowi bukanlah Ken Arok. Ken Arok merupakan Maharaja yang berkuasa penuh dan dianggap sebagai raja yang menurunkan raja-raja di tanah Jawa. Munculnya Kyai MA sebagai Cawapres karena desakan parpol pendukung cenderung mengindikasikan Jokowi bukanlah Ken Arok.

Di sisi lain, hentakan gerakan tagar 2019 Ganti Presiden, serta aksi aksi langit, aksi damai umat Islam Reuni 212, menorehkan sejarah barru arah perpolitikan di tanah air. Gerakan oposisi bersatu dengan umat Islam yang sering mendapat stigma negatif radikal, intoleran, bahak teroris, memunculkan paslon 02. Masifnya tagar-tagar di medsos bagaikan idghom bigunnah. Dengung indah pada pembacaan ayat-ayat Al Qur'an.

JokoWi bahkan setelah debat Capres seperti kehilangan "aji lembu sekilan". Berbagai serangan dicoba untuk meningkatkan perfomance, bahkan sampai muncul istilah "perang total" dari paslon 01, dalam pesta demokrasi Pilpres. Bukan itu saja, bahkan Cawapres Kyai MA, sempat mentakan JokoWi akan bangun "Tol Langit". Di sisi lain, walau pun Jokowi dianggap sebagai Presiden survey sementara Prabowo dianggap sebagai Presiden Medsos, kampanye Prabowo di daerah daerah, nampak bergemuruh.

Ide "perang total" paslon 01 seolah dibalas dengan ide "perang frontal" oleh paslon 02. Kubu paslon 02 memindahkan kantor pusat pemenangan Pipres ke Jawa Tengah, yang nota bene merupakan kawasan paslon 01. Ada pun "Tol Langit" yang coba akan dibangun,justru kalah lebih dulu dari Prabowo yang berusaha membuka "pintu langit".  

Apakah jika JokoWi berhasil lewat "tol langit" akan menjamin sampai di tempat tujuan ? Akan menjadi pertanyaan besar, karena "pintu langit"telah dibuka untuk Prabowo.  Bahkan JokoWi yang tadinya sebagai media darling seperti Damarwulan, dan peluang mejadi Ken Arok kemungkinan besar gagal, namun mungkin justru akan menjadi Untung Suropati.

Bagaimana menurut Anda, dinamika ke depan akan menempatkan  JokoWi sebagai Damarwulan, Ken Arok, atau Untung Suropati ?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun