Mohon tunggu...
Ahmad Indra
Ahmad Indra Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

Aku ingin begini, aku ingin begitu. Ingin ini ingin itu banyak sekali

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menyoal Hubungan Paha dan Politik

6 September 2020   23:52 Diperbarui: 7 September 2020   06:38 713
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Paha dan politik, apa hubungannya coba? 

Jangankan Orang Dewasa, Upin pun Suka Paha

Saat pergi ke penjual ayam goreng tepung, saya kerap menggunakan sebutan "ayam Upin Ipin" untuk menyebut paha bawah. Ikut-ikutan si bocil yang nampak lebih familier dengan sebutan itu daripada "paha". 

Dalam pikiran seorang bocah, kata "paha" tak akan menimbulkan persepsi macam-macam alias bermakna tunggal, denotatif dan definitif. Berbeda dengan hal yang muncul di benak bapak-bapaknya yang sudah memiliki kosakata nan beranak pinak. 

Kata "paha" bagi +17 tahun bisa diartikan sebagai obyek yang sewajarnya dan bisa juga dimaknai sebagai sebuah kata yang mengarah ke suatu hal tertentu. Extended version ceritanya. 

Yang sewajarnya itu ya seperti yang dikatakan oleh Upin ataupun Ipin itu. Sedangkan yang extended version diantaranya bisa dikaitkan dengan ketertarikan seseorang terhadap lawan jenisnya sebab organ satu itu bagai magnet yang begitu kohesif terhadap penglihatan. 

Apalagi jika kata itu dilekatkan dengan kata menerangkan berupa mulus, jenjang, padat berisi dan yang sejenisnya. 

Disimpan atau Dibuka hayoo..

Beberapa kali terpantau dalam acara Talk Show di televisi, seorang tamu yang mengenakan bawahan mini terlihat nggak nyaman dengan posisi duduknya. Ia seperti berusaha untuk menutupi sesuatu yang tidak bisa ditutup oleh roknya yang mungkin hanya 22,5 cm panjangnya itu. Mungkin ia sedang berusaha untuk tidak disensor karena terlalu terbuka. Sayang to, sudah repot-repot show off tapi kok disensor. Atau mungkin karena hal lainnya. Entahlah.

Yang jelas hal itu bagi saya jadi mengaburkan batasan mana yang bisa dipertontonkan dan mana yang tidak. Bukan batasan yang terkait dengan dogma reliji namun batasan dari si pelaku sendiri. Sebut saja namanya Mawar. Kalau mau, mbok ya jangan nanggung-nanggung. Orang sini kan nggak suka yang nanggung-nanggung, begitu kata Mbah Mijan.

Kerapnya fenomena itu muncul di permukaan lalu melahirkan sebuah kaidah yang disebut "dilihat dosa nggak dilihat barang bagus". Sebuah tema simalakama yang sebenarnya keimanan bisa menentukan mana yang dipilih namun kadang penglihatan seolah tidak mau diajak kerjasama. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun