Mohon tunggu...
Ahmad Indra
Ahmad Indra Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

Aku ingin begini, aku ingin begitu. Ingin ini ingin itu banyak sekali

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Esemka Sebaiknya Tak Diluncurkan, Ini Pertimbangannya

14 September 2019   07:01 Diperbarui: 14 September 2019   15:18 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Jokowi menjajal Esemka | Foto CNN


Sepekan lalu (6/9/2019), Presiden Joko Widodo meresmikan pabrik mobil Esemka di Desa Sambi, Boyolali, Jawa Tengah. Menurut Presiden Direktur PT. Solo Manufaktur Kreasi (PT. SMK) , Eddy Wirajaya, perusahaan didirikan oleh anak bangsa sepenuhnya. 

Kendati demikian, dia menampik sebutan mobil nasional (mobnas) bagi hasil produksi PT. SMK. Dia merasa lebih tepat menyebutnya sebagai mobil yang dibuat oleh anak bangsa. 

Presiden yang sudah melakukan test drive pada produk pertama PT. SMK berupa mobil pick up bermesin 1,2 L dan 1,3 L berjuluk Bima itu memberi kesan positip dan berharap Esemka masuk ke dalam daftar beli masyarakat yang membutuhkan kendaraan roda 4. 

"Saya tidak akan maksa kita semua untuk beli, tapi setelah saya lihat dan coba tadi memang bagus, jadi memang wajib kita beli, kalau belinya produk impor keterlaluan,"begitu ujarnya. 

Gaikindo sebagai wadah bagi pelaksana industri kendaraan bermotor pun menyambut baik kehadiran Esemka. Hal itu disampaikan oleh Ketua 1-nya, Jongkie Sugiyarto kepada Kompas. 

Sementara itu, Ketua Umum Komite Nasional Dewan UKM Indonesia Irwan Wijaya HS, mengatakan bahwa saat ini produk seharga Rp 95 juta itu telah memiliki potensi serapan sebanyak 13.000 unit. Hal itu diperoleh dari hasil survey internal yang dilakukan pada seluruh anggota UKM di Indonesia. 

Mengenai produk yang pernah digaungkan sebelumnya, Sport Utility Vehicle (SUV) dan double cabin, Presdir PT. SMK menyatakan bahwa hal itu memerlukan proses pematangan diantaranya tes pasar dan momen yang tepat untuk peluncurannya. 

Dia pun meyakinkan bahwa perusahaan yang dipimpinnya memiliki kemampuan untuk memproduksi mobil penumpang itu meski enggan menyebutkan perkiraan waktunya. 

Terlepas dari semua fakta di atas, sebenarnya peresmian pabrik Esemka itu menyimpan beberapa masalah. Bahkan lebih tepatnya bisa dikatakan bahwa lebih baik Esemka tidak jadi diwujudkan saja. Kenapa? Ini sebabnya.

Perjalanan Esemka dari tahun ke tahun | Foto Liputan6
Perjalanan Esemka dari tahun ke tahun | Foto Liputan6

1. Membuat Malu Para Penyiyir Jokowi 

Selama terkatung-katung, banyak orang nyinyir terhadap program Esemka yang telah dirintis semenjak Jokowi menjabat sebagai Walikota Surakarta. 

Saat itu, Esemka dipresentasikan dalam ujud SUV keren yang siap diterjunkan ke pasar otomotip untuk bersaing dengan para produsen otomotip asing yang sudah lebih dulu menjajakan dagangannya di Indonesia. 

Dikabarkan bahwa salah satu calon konsumen produk SUV Esemka itu adalah pendiri Partai Gerindra, Prabowo Subiyanto. Bukan cuma 1 unit, melainkan 10! Wow! Peresmian PT. SMK pekan lalu setidaknya cukup sebagai bukti bahwa tuduhan Esemka sudah tamat adalah salah. 

Namun bukan penyinyir sejati kalau patah arang dengan kenyataan. Sekarang tema yang digunakan berganti menjadi "Katanya produksi SUV, kok malah ngrakit pick up. Njiplak mobil Cina lagi". 

2. Produk Anak Bangsa dengan Kandungan Lokal Minim 

Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) produk perdana Esemka ini diberitakan hanya sekitar 60%. Jadi masih belum cukup dong untuk dikatakan sebagai produk anak negeri. 

Coba bandingkan dengan brand lain yang namanya saja nggak Indonesia banget tapi justru TKDN-nya lebih tinggi. Misal Avanza dan Xenia yang sudah mencapai 94% atau Terios yang menyentuh angka 89%. Fortuner pun sudah mencapai 75% lho. 

Lha ini namanya saja Es-Em-Ka yang identik dengan institusi pendidikan yang hanya ada di Indonesia, masa "keindonesiaan"-nya cuma 60%? Harusnya mencontoh produk beraroma Indonesia banget seperti Kijang, yang di awal produksinya 42 tahun lalu sudah mencatatkan kandungan lokal sebanyak 19%! Beda jauh kan?

3. Melestarikan Cebong-isme 

Pernah lihat lambang PT. SMK? Mirip apa coba? Bukan, sama sekali tak mirip hurup E kapital. Justru lebih mirip dengan 3 ekor anak kodok yang biasa kita sebut kecebong. 

Menteri Perhubungan berpose di depan pabrik Esemka | Foto Twitter Kemenhub
Menteri Perhubungan berpose di depan pabrik Esemka | Foto Twitter Kemenhub

Pada episod rebutan kekuasaan alias pilpres setengah tahun lalu, pekat sekali dengan perseteruan para pendukung masing-masing calon yang kerap disebut cebong untuk pendukung Jokowi dan kampret bagi pendukung Prabowo. 

Lambang pabrikan mobil ini secara gamblang mencerminkan dikotomi yang harusnya sudah dihilangkan. Pun bisa dikatakan bahwa Esemka telah meminjam nama bangsa untuk kepentingan golongan. Betapa tidak.. Katanya mobil produksi anak bangsa, tapi kenyataannya produk kecebong. Eh?! 

4. Produk Rebadge 

Tentu pembaca tahu tentang berita rebadge ini. Yak, benar! Esemka Bima sebenarnya -konon- adalah rebadge dari produk serupa asal China, Changan Star Truck. 

Meski hal itu dibantah oleh Presdir PT. SMK dan mendapat pembelaan pula dari pejabat teras Gaikindo. Ketua Umum Gaikindo Yohannes Nangoi menyatakan keheranannya atas nyinyiran publik terkait kemiripan Esemka dan Changan.

"Saya bingung kenapa dinyinyirin, seharusnya bangga karena diproduksi di Indonesia. Berarti, ada investasi yang diikuti oleh penyerapan tenaga kerja sehingga bisa meningkatkan devisa negara," kata Nangoi sebagaimana dilansir Kompas. 

Pemasok komponen Esemka | Foto Jawapos
Pemasok komponen Esemka | Foto Jawapos

Ditambahkannya bahwa kemiripan produk itu hal lumrah dalam dunia otomotip. Dalam kasus ini, asalkan produksi dan penggunaan komponen mobil melibatkan industri di dalam negeri, tidaklah menjadi masalah. 

Nah, setidaknya 4 faktor di atas dijadikan pertimbangan untuk tak merintis mobil anak bangsa. Dan ada baiknya kita yakin bahwa memiliki industri penghasil produk otomotip dalam negeri, apalagi ditujukan salah satunya untuk mendukung sektor riil seperti pendukung usaha pertanian, adalah usaha yang tak sepenuhnya efisien. 

Wong produk dari luar negeri sudah banyak kok, tinggal beli saja napa?

-----

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun