Mohon tunggu...
Ahmad Indra
Ahmad Indra Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

Aku ingin begini, aku ingin begitu. Ingin ini ingin itu banyak sekali

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"Martyr Maker", Sebuah Ulasan Mendalam tentang Terorisme

25 Agustus 2019   06:30 Diperbarui: 25 Agustus 2019   06:48 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Zahid yang seorang desainer grafis --meski bekerja sendiri-- dalam perjalanannya menjadi salah satu pemuda yang berhasil direkrut Abbas. Dengan kepandaiannya berargumentasi, Abbas secara perlahan namun pasti mendapatkan simpati Zahid. 

Mata Zahid seolah terbuka akan kenyataan bahwa terdapat diskriminasi terhadap warga muslim di Amerika Serikat. Termasuk dalam propagandanya adalah ekspansi Paman Sam terhadap negara-negara lain yang diantaranya adalah negara muslim. 

Dalam hati Zahid pun mulai tumbuh kebencian terhadap aparat karena kesewenang-wenangan yang dilakukannya. Kata-kata kasar yang mendiskreditkan muslim saat dia bersama 3 orang temannya menjadi korban salah tangkap tangkap menjadi stempel pembenar kata-kata Abbas sebelumnya. Yakni bahwa sesungguhnya warga Amerika tak menyukai warga muslim yang notabene adalah para pendatang.

Alhasil, Zahid menjadi salah satu bagian dari kelompok Saifuddin Mohammad. Dan tibalah waktu untuk menentukan tanggal aksi, dimana hasil didikan Saifuddin harus melakukan jihad dengan bermodalkan rompi berbahan peledak. Salah satu calon 'pengantin' itu adalah Zahid. 

Sebelum hari yang ditentukan tiba, Zahid yang tengah membaca al-Quran ditengah malam terlibat sebuah percakapan kecil dengan sang ayah. 

Ayahnya bercerita tentang seorang Cina yang menjual toko rempah-rempah sederhana kepadanya dengan harga yang amat murah. Peristiwa itu terjadi di masa mudanya, di saat dia masih belum berkehidupan mapan. Toko itulah yang kemudian dikelolanya hingga menjadi sebuah toserba seperti saat ini. 

Diceritakannya pula tentang seorang temannya yang berkebangsaan Itali, yang meminjaminya uang agar dia bisa membeli rumah yang ditempatinya saat ini. 

Ayah Zahid pun memungkasi ceritanya dengan berkata bahwa tanpa bantuan teman Cina dan Italinya, dia mungkin tak akan menikmati kemapanan di kota sebesar New York. 

Cerita ayahnya itu nampak mengena di hatinya. 

Keesokan harinya, Zahid menemui Abbas dan mengatakan bahwa dia tak sanggup untuk melakukan bom bunuh diri. Sembari menyitir sebuah ayat --mungkin yang dimaksud adalah hadits-- yang menyatakan bahwa seorang yang membunuh orang lain yang tak bersalah, maka diharamkan baginya mencium bau surga. 

Lalu dia menyepakati perkataan Abbas untuk menemui Saifuddin dan menyatakannya ketidaksanggupannya langsung di depannya. Dan waktunya adalah hari yang telah ditentukan untuk melakukan aksi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun