Mohon tunggu...
Mas Hasan Rifqi
Mas Hasan Rifqi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Surabaya

Penikmat syair, hobi main bola dan bermusik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Revolusi Politik dan Konsolidasi Umar bin Abdul Aziz

3 Januari 2023   22:29 Diperbarui: 3 Januari 2023   22:35 585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dinasti Umayyah sangat identik dengan Arab, dalam artian segala hal dan berbagai bidang para pejabatnya berasal dari Arab murni, begitu juga dengan corak peradaban yang dihasilkan pada masa dinasti ini. Akan tetapi perlu diketahui bahwa Arab yang dimaksudkan di sini bukanlah Arab setelah masa keislaman, tetapi Arab sebelum masa keislaman. Pada masa pemerintahan dinasti ini banyak kemajuan, perkembangan, dan perluasan daerah yang dicapai.

Adopsi sistem pemerintahan yang dilakukan dinasti Umayyah yaitu menggunakan sistem kerajaan dalam pemerintahannya. Seorang pemimpin bukanlah berasal dari rakyat tetapi berasal dari keluarga kerajaan Raja atau pemimpin telah diwasiatkan sebagai pewaris kekuasaan. Jadi, setelah wafatnya, pewaris yang telah disiapkan itu langsung menggantikannya. Dikarenakan raja berasal dari keluarga kerajaan dan pewaris tahta ditunjuk langsung oleh raja. Dampak kebijakan seperti ini Dinasti Umayyah muncul ketidakpuasan di kalangan umat Islam sehingga memicu perlawanan dan pemberontakan, Salah satu yang melakukan perlawanan adalah cucu Nabi yang bernama Husain. Namun, semua perlawanan itu dapat dihancurkan termasuk perlawanan Husain yang berakibat kepada dipenggalnya kepala Husain oleh pasukan Yazid. Sampail lahirlapewaris raja yang bernama Umar bin Abdul Aziz.

 Khalifah Umar bin Abdul Aziz memiliki nama lengkap Umar bin Abdul Aziz Abu Ja’far Umar bin Abdul Aziz bin Marwan bin Hakam dilahirkan di Halwan, sebuah perkampungan di Mesir. Akan tetapi, ada pula yang meyebutkan dilahirkan dikota Madinah pada tahun 62 Hijrah/682 Masehi ketika kerajaan sedang berada di dalam tangan Khalifah Yazid bin Mu'awiyah. Garis keturunan Umar bin Abdul Aziz dari pihak ayah adalah: Umar bin Abdul Aziz bin Marwan bin Hakam bin Abul 'Ash bin Umayyah al-Qursyi al-Umawi. Sedangkan ibunya bernama Laila binti 'Ashim bin Umar bin Khattab, biasa dipanggil dengan sebutan Ummu 'Ashim.

 Menjelang tahun 85 Hijrah/704 Masihi, ayahnya Abdul Aziz bin Marwan wafat di Mesir. Dengan itu pamannya yiaitu Khalifah Abdul Malik bin Marwan telah mengajaknya pulang ke negeri Syam dan kemudian dinikahkannya dengan puteri yang bernama Fatimah bin Abdul Malik. Ketika itu usia Umar bin Abdul Aziz ialah 23 tahun. Menjelang tahun 86 Hijrah/7l5 Masehi, yaitu setelah Khalifah al-Walid bin Abdul Malik dilantik menjadi khalifah, ketika Umar bin Abdul Aziz berusia 24 tahun, dilantik menjadi gabernur kota Madinah oleh Khalifah al-Walid bin Abdul Malik yang juga merupakan adik iparnya dan saudara sepupunnya. Sejarah Islam mencatatkan bahawa Abdul Aziz bin Marnran menjadi gabernur bagi negeri Mesir selama 21 tahun yiaitu dari tahun 64Hijrah/684 Masihi sampai ke tahun 85Hijrah/704 Masehi. Umar ibn Abd al-Aziz adalah khalifah bani Umayyah yang kedelapan dari empat belas orang khalifah kerajaan bani Umayyah. Dilantiknya menggantikan tempat saudara sepupu Sulaiman bin Abdul Malik yang wafat. Pada zamam pemerintahan Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik, Umar ibn Abd al-Aziz adalah menteri merangkap penasihat bersama-sama Raja' bin Haiwah, seorang politikus ulama'. Kebanyakan ahli sejarah Islam menyebut Umar sebagai Al-rasyidun Kelima (Khamis ar-Rasyid. Hal itu disebabkan pemerintahannya yang kembali kepada corak pemerintahan para Khalifah al-Rasyidin yang empat orang itu, tidak mengikut jejak corak pemerintahan para khalifah bani Umayyah yang sebelum terutama dari aspek keadilan pemerintahan dan kezahidan hidup sekeluarga. Dibanding dengan para Khalifah al-rasyidun yang empat itu, lebih mirip kepada corak pemerintahan Khalifah Umar bin al-Khattab. Sehingga kerana itu diberi gelar sebagai Umar ll. Perbedaan keduanya terletak Umar bin Abdul Aziz dengan Umar bin al-Khattab hanyalah pada sifat-sifat fisikal dan sifat kegarangan saja.

Konsolidasi dan pembaharuan politik
Hal pertama yang dilakukan oleh Umar Ibn Abd al-Aziz adalah melakukan konsolidasi poitik, menunjukkan kepada rakyat perbedaan antara khilafah dan kerajaan.[
Pada pidato yang pertama setelah dibai’at, ia berkata: Saudara-saudara sesungguhnya aku telah ditimpa bala (musibah) dengan kedudukanku ini, yang telah kuperoleh tanpa dimusyawarahkan dengan kaum muslimin. Dan kini aku melepaskan bai’at kepadaku yang melingkungi leher kalian, maka pilihlah bagi diri kalian dan urusan kalian siapa saja yang kalian inginkan. Maka berteriaklah para hadirin secara serentak, Kami telah memilih Anda bagi diri kami dan urusan kami, dan kami semua ridha dengan Anda. Mendengar itu, Umar pun menerima jabatan khilafah dan berkata, Sesungguhnya umat ini tidak pernah bertengkar tentang Tuhannya, Kitabnya atau Nabinya, tapi mereka itu bertengkar akibat dinar dan dirham. Demi Allah aku tidak akan member seseorang secara batil dan tidak akan menahan suatu hak bagi seseorang. Kemudian Umar meninggikan suaranya dan berkata, Wahai manusia, barangsiapa mentaati Allah, maka dia wajib ditaati, dan barang siapa bermaksiat kepada Allah, maka tidak ada ketaatan baginya. Taatlah kepadaku sepanjang aku taat kepada Allah, dan apabila aku bermaksiat kepada Allah, maka tidak ada kewajiban ketaatan kalian kepadaku.
Herfi Ghulam Faizi mengungkapkan Dalam khutbah ada point penting yang merupakan kebijakan besar di awal pemerintahan. Antara lain
1.Mengembalikan Sistem Syuro Dalam Pemerintahan Islam.
2.Menyatukan Visi, Menuju Persatuan Ummat dan Menjauhi Hal-Hal yang Menyebabkan Perpecahan.
3.Melakukan Kontrak Politik Dengan Rakyat.
Kebijakan yang dilakukan Umar bin Abdul Aziz dalam pemabaharuan politik adalah memecat para pejabat yang zalim dan mengganti dengan pejabat-pejabat baru yang adil dan benar walaupun bukan dari golongan Umayyah sendiri.
Menghapuskan hak-hak istimewa yang diberikan kepada keluarganya tidak pandang bulu terhadap semua rakyatnya. Semua politik yang dijalankan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz dalam menjalankan tugasnya adalah politik yang berdasarkan keadlian amar maruf nahi munkar yaitu sebuah sistem politik yang kebijakan-kebijakannya bertujuan mengajak ke kebaikan dan memerangi segala bentuk kejahatan. Terbukti Umar memecat para pejabat yang zalim dan mengganti dengan orang yang alim dan para Ulama.
Pada kasus Baitul Mal Umar berupaya untuk membersihkan Baitul Mal dari pemasukan harta yang tidak halal dan berusaha mendistribusikannya kepada yang berhak menerimanya. Umar bin Abdul Aziz membuat perhitungan dengan para Amir bawahasannya agar mereka mengembalikan harta yang sebelumnya bersumber dari sesuatu yang tidak sah. Disamping itu, Umar sendiri mengembalikan milik pribadinya sendiri, yang waktu itu berjumlah sekitar 40.000 dinar setahun, ke Baitul Mal. Harta tersebut diperoleh dari warisan ayahnya, Abdul Aziz bin Marwan. Diantara harta itu terdapat perkampungan fadak, desa disebelah utara Mekkah, yang sejak Nabi Muhammad wafat dijadikan milik Negara. Namun, Marwan bin Hakam telah memasukkan harta tersebut sebagai milik pribadinya dan mewariskannya kepada anak-anaknya. Pada masa Umar bin Abdul Aziz ini, fungsi Baitul Mal terus meluas. Tidak hanya sekedar menyalurkan dana tunjangan, tetapi juga dikembangkan dan diberdayakan untuk menyalurkan pembiayaan demi keperluan sarana dan prasarana umum. Disinilah gelombang intelektual Islam mulai dan tercapainya kesejahteraan masyarakat

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun