Mohon tunggu...
Ruang Peradaban dan Informasi
Ruang Peradaban dan Informasi Mohon Tunggu... Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Pertiba Pangkalpinang, Bangka Belitung

suhardi

Selanjutnya

Tutup

Financial

Welfare Economics sebuah langkah Membangun Keadilan Sosial

14 Oktober 2025   12:35 Diperbarui: 14 Oktober 2025   12:37 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Membangun Sistem Keadilan Sosial yang Progresif

Prinsip utama welfare economics adalah social welfare function — fungsi kesejahteraan sosial yang menilai bagaimana kebijakan ekonomi memengaruhi utilitas masyarakat secara agregat. Dalam konteks Indonesia, fungsi ini seharusnya mengarahkan kebijakan fiskal ke arah redistribution with productivity — redistribusi yang tetap menumbuhkan produktivitas, bukan sekadar membagi-bagi bantuan.

Pajak progresif, misalnya, bukan bentuk “hukuman bagi yang kaya,” tetapi mekanisme etis untuk memastikan keadilan distributif. Pajak yang proporsional dengan kemampuan bayar memungkinkan negara menyediakan layanan publik berkualitas tanpa membebani kelompok miskin. Namun hingga kini, rasio pajak Indonesia masih di bawah 11% terhadap PDB — jauh dari ideal minimal 15% yang disarankan Bank Dunia. Ini artinya, ruang fiskal untuk membangun kesejahteraan masih sangat sempit.

Selain itu, sistem jaminan sosial kita masih bersifat sektoral dan belum terintegrasi. Program seperti BPJS Kesehatan, bantuan pangan, dan perlindungan sosial lainnya masih berjalan sendiri-sendiri. Padahal, welfare economics menuntut desain kebijakan yang holistik, di mana setiap program saling menopang, bukan tumpang tindih.

Untuk membangun keadilan sosial yang berkelanjutan, kita membutuhkan social investment state — negara yang tidak hanya memberi bantuan, tetapi juga berinvestasi pada kemampuan rakyat, pendidikan, kesehatan, keterampilan, dan kesempatan kerja. Karena kesejahteraan sejati bukan soal bantuan yang diterima, tetapi tentang peluang yang diciptakan.

Data dan Empati Dua Sayap Kesejahteraan

Satu hal yang sering terabaikan dalam perencanaan kebijakan kesejahteraan adalah data. Banyak program sosial gagal karena pemerintah tidak memiliki peta kemiskinan yang akurat. Inclusion error dan exclusion error masih tinggi — ada yang seharusnya mendapat bantuan tetapi terlewat, dan ada pula yang mendapat bantuan padahal tidak layak.

Padahal, ekonomi kesejahteraan modern menuntut evidence-based policy. Data sosial yang valid adalah fondasi keadilan. Tanpa data, empati menjadi emosional belaka, tanpa empati, data menjadi kering dan teknokratis. Maka, kesejahteraan sejati dibangun dengan dua sayap: data yang kuat dan empati yang tulus. Digitalisasi bisa menjadi kunci di sini. Dengan sistem big data yang terintegrasi antara kementerian, daerah, dan lembaga sosial, kebijakan dapat diarahkan secara presisi. Bantuan tidak lagi disalurkan berdasarkan asumsi, melainkan berdasarkan kebutuhan riil warga.

Kesejahteraan Sebagai Tujuan Ekonomi, Bukan Efek Samping

Sudah saatnya kita mengubah cara pandang terhadap pembangunan ekonomi. Pertumbuhan bukan tujuan akhir, melainkan sarana untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Welfare economics menolak pandangan bahwa pasar selalu tahu yang terbaik. Pasar bisa efisien, tetapi buta terhadap keadilan. Karena itu, negara perlu menjadi penyeimbang — memastikan bahwa setiap pertumbuhan ekonomi diikuti oleh pertumbuhan martabat manusia.

Dalam jangka panjang, ekonomi kesejahteraan juga menjadi fondasi bagi stabilitas sosial dan politik. Ketimpangan yang dibiarkan melebar akan melahirkan ketegangan sosial dan erosi kepercayaan publik. Negara yang gagal menyejahterakan rakyatnya akan kehilangan legitimasi moral, betapapun besar angka pertumbuhan ekonominya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun