Mohon tunggu...
Dahono Prasetyo
Dahono Prasetyo Mohon Tunggu... Juru ketik media

Menulislah agar mudah membaca

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Limbah Freeport, Bencana Ekosistem di Pusat Paru Paru Bumi

14 Juni 2025   11:36 Diperbarui: 14 Juni 2025   11:36 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Info grafis penampakan limbah Tailing PT Freeport di Mimika Papua (Sumber : NatGeo 2025)

Rame-rame soal dampak negatif pertambangan pada ekosistem, ada perusahaan sudah lebih 40 tahun beroperasi adem-adem saja.


PT Freeport Indonesia menjadi perusahaan tambang emas dan tembaga terbesar di dunia, sekaligus penyumbang kerusakan hutan tropis di Papua Tengah. Limbah buangan material tambang usai diambil konsentratnya dialirkan ke sungai.

Milyaran rupiah dana Cost Recovery lingkungan tidak cukup untuk mengembalikan kerusakan 2 sungai besar dan lebih dari 40 anak sungai. Mereka menyebutnya tailing, berupa endapan material pasir dan bebatuan hasil buangan tambang emas dan tembaga.

Sungai menjadi dangkal, tanpa habitat. Serupa padang pasir yang membentang dari gunung sedang merambat pelan namun pasti menuju laut.

Proyek infrastruktur di Papua memanfaatkannya untuk pembangunan jalan ratusan kilometer. Beberapa perusahaan lokal menyulapnya menjadi batako.

Lumayan mengurangi deposit, namun tetep kalah cepat dengan kiriman 240.000 ton tailing baru perhari dari pusat produksi di Tembagapura.

Luas tailing dilaporkan lebih dari 23.000 hektar dengan kedalaman 7 meter, dari Tembagapura membentang 120 km dan tinggal kira-kira 40 km saja untuk mencapai Laut Aru.

Dilansir dari situs resmi Freeport id, sebanyak  2,6 juta pohon mangrove jenis Rhizopora Murona ditanam di beberapa pulau hasil endapan tailing. 1,6 milyar dana reforestasi dikucurkan Freeport tiap tahun sejak 2004.

Salah seorang aktifis lingkungan meragukan keseriusan Freeport dalam menangani masalah tailing.

"Luas 23 ribu hektar tailing akan terus bertambah tiap hari. Area yang dulunya hutan sekarang telah menjadi padang endapan pasir. Kerusakan ekosistem lebih cepat meluas dibanding penanaman jutaan mangrove yang mustahil setahun langsung jadi hutan lagi" ungkap Purbo Satrio jurnalis kontributor National Geographic Chanel.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun