Mohon tunggu...
semutmerah
semutmerah Mohon Tunggu... Psikolog - Bukan untuk dikritisi, tapi untuk direfleksikan

Serius tapi Santai | Psychedelic/Progressive/Experimental | Memayu Hayuning Bawana

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Di Balik Kisah Perpustakaan Jalanan

9 November 2017   22:27 Diperbarui: 9 November 2017   23:18 1919
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya teringat bagaimana "Taman Tiban" digagas oleh "Ketjilbergerak" (salahsatu medium pemuda-pemudi di Yogyakarta) yang mengkritik privatisasi ruang-ruang public dan ruang-ruang hijau yang tergantikan menjadikan hotel, apartemen, mall, supermarket serta bangunan lainnya yang merusak udara kota. Melalui "Taman Tiban" mereka menghadirkan "Taman" ke ruang-ruang yang mau dan mulai dijajah, mengkritik hilangnya zona hijau, dan segala permasalahan yang berkaitan dengan alam dan lingkungan. Slogan yang mereka hidupkan adalah "Sebelum Semua Ruang Diukur Dengan Uang".

Perpustakaan Jalanan pun demikian, menjadi satu medium pendidikan alternatif karena selain menggelar buku-buku yang mudah diakses masyarakat, para pelaku juga turut mengedukasi seperti kelas karya seni rupa (workshop cukil, seni kolase dan mural, membuat kalung gelang dari kayu-kayu bekas, membuat rajutan gelang dari benang-benang), atau karya sastra (menggelar buku sambil membaca puisi dadakan yang dibaca oleh pengunjung perpustakaan, diskusi bedah karya sastra), atau workshop membuat minuman dari biji kopi dan bagaimana teknik-tekniknya, atau bertukar pendapat dengan pengunjung mencari daerah-daerah yang belum mendapatkan akses buku-buku bacaan, atau mendiskusikan program apalagi yang akan diperbuat yang berkaitan dengan konteks lingkungan hidup, pendidikan, kemanusiaan, kebudayaan, dan semua konteks yang dirasa perlu "diluruskan".

Bung Karno pernah berkata "Jangan pentingkan bungkus daripada isi". Ini yang harus selalu kita ingat. Baik itu sekolah alam, perpustakaan jalanan, sekolah jalanan, taman baca kolong jembatan, atau medium lainnya, jika tujuannya demi masyarakat banyak dan nilai-nilainya adalah kebaikan, lakukan. 

Tidak jarang para pelaku perpustakaan jalanan "hijrah" ke berbagai kota dan desa dengan tujuan mengirimkan buku-buku yang sudah didonasikan para pengunjung. Buku-buku pun tetap disaring, diprioritaskan untuk usia anak-anak dan remaja, sisanya buku umum yang bisa dinikmati oleh semua umur. Diluar dari hal ini, ada beberapa perpustakaan yang menerima donasi dalam bentuk pakaian atau alat tulis, karena alat-alat ini juga turut membantu adik-adik yang ada diluar kota maupun di pedesaan.

Ketidaksetaraan pendidikan, yang punya uang yang bisa memperoleh pendidikan dan informasi, sedangkan yang tidak punya/keterbatasan materi tidak bisa mendapatkan haknya untuk memperoleh pendidikan dan informasi (kalaupun bisa ada syarat-syarat administrasi yang malah mempersulit keadaan). Permainan-permainan licik pihak pendidikan formal (guru, dosen, kepala sekolah dan semua elemen yang tidak jujur dalam berbakti kepada masyarakat, menggelapkan uang sekolah), poin-poin ini juga turut menemani proses terbentuknya perpustakaan jalanan.

Jika kita telisik dari segi hukum ada Undang-Undang No. 14 tahun 2008 No.6 (tentang Mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Mencerdaskan Kehidupan Bangsa), Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 (Setiap anak berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya sesuai minat bakat dan tingkat kecerdasannya), Pasal 31 Ayat 1 UUD 1945 (Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan), Ayat 2 (Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya), dan masih banyak lagi peraturan mengenai hak pendidikan bagi warga negara. Apa yang dilakukan perpustakaan perjalanan bisa dikatakan perwujudan dari aturan tersebut, walaupun ada tidak adanya aturan tersebut sudah menjadi hakikat manusia untuk saling membantu, merangkul, mengayomi, memberi, mengasihi, dan mempedulikan sesama (tanpa mengharapkan imbalan).


Tantangan, Permasalahan, serta Solusi

Eksistensi tanpa esensi sama seperti hidup tanpa tujuan atau hidup tanpa fungsi. Analoginya seperti punya otak tapi tidak punya akal, atau punya uang namun tidak tahu digunakan untuk apa. Begitupun sebaliknya, Esensi tanpa eksistensi sama seperti ingin menciptakan perdamaian dan keadilan namun tidak mempunyai wujud, bentuk, atau medium untuk melakukan tindakan yang menjadi visi-misinya.

Sampai hari ini ada saja eksistensi yang berbentuk perpustakaan jalanan atau taman baca, namun esensinya atau tujuannya bukan lagi untuk pendidikan sebagaimana mestinya (mengajarkan nilai-nilai moral, melahirkan sikap kebijaksanaan, perilaku yang diterima masyarakat, sifat kreatifitas, intelektual), melainkan menyebarkan pemikiran yang tidak kontekstual.

Sebagai contoh: mediumnya taman baca, metodenya pendekatan dan pengajaran, namun yang diajarkan (esensinya) adalah pemikiran-pemikiran berbahaya seperti semua polisi itu jahat jadi harus dilawan baik dengan pukulan, bom, bahkan senjata. Atau semua tentara itu pembunuh, jadi kalau ada tentara lawan jangan mau berteman dengannya. Atau semua yang tidak muslim adalah kafir, haram hukumnya berhubungan berteman dengannya, kalau bisa dimusnahkan saja. Pemikiran-pemikiran berbahaya seperti ini hanya sebagian kecil, yang dibungkus dengan "medium pendidikan altenatif". Alih-alih membuat taman baca, isinya malah mendoktrin pengunjung menjadi karakter yang tidak manusiawi dan kontekstual.

Tidak sedikit perdebatan antara sesama pegiat perpustakaan jalanan, mengenai mana yang kontekstual dan mana yang tekstual. Perdebatan ini dikarenakan tidak ditemukannya esensi dan jiwa dari pendidikan itu sendiri. Alih-alih kebebasan berekspresi dan Hak Asasi Manusia, "perpustakaan" tersebut malah mendoktrin pengunjung untuk menjadi karakter yang tidak seharusnya, seperti menghadirkan buku-buku yang tidak kontekstual (dihadirkan tanpa melihat layak atau tidaknya buku tersebut jika digelar, atau pemilihan buku yang tidak disaring). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun