Mohon tunggu...
Marzuki Wardi
Marzuki Wardi Mohon Tunggu... Guru - Santai

Lahir di Sintung, 15 Juni 1986. Disamping menjadi seorang guru SMP, juga menjadi penulis lepas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pendidikan (Bahasa) dan Masa Depan Budaya Indonesia di Kancah Global

21 Maret 2019   15:46 Diperbarui: 21 Maret 2019   16:03 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pekan yang lalu, Surat Kabar Harian (SKH) Kompas menyajikan sebuah berita yang menurut saya sangat menarik untuk dibahas, yakni perhelatan Internationale Tourismus-Borse Berlin 2019 di Jerman. Pada acara promosi wisata kelas dunia itu, puluhan bus umum bertulis Wonderful Indonesia disertai berbagai destinasi wisata dan seni Indonesia, berlalu-lalang memenuhi jalan di kota Berlin. Menurut Menteri Pariwisata, Andie Arief, para pelaku industri dari 180 negara di 5 benua, dengan 1.000 top buyers berkualitas, 10.000 peserta, dan 160.000 pengunjung hadir pada acara bergengsi tersebut. Ia menargetkan cara yang ditempuhnya itu akan dapat mencapai transaksi 7 miliar euro tahun ini. Sehingga proyeksi income negara akan naik menjadi 10 triliun dari tahun sebelumnya.[1]

 Setidaknya, ada dua poin penting yang dapat kita ketengahkan dari kabar manis di atas. Pertama, masa depan industri parwisata Indonesia akan semakin berkembang (maju). Sehingga dapat mendongkrak pendapatan masyarakat, daerah, dan termasuk Negara. Kedua, eksistensi budaya nusantara semakin mendapat tempat di kancah gobal. 

Dua hal ini tentu dapat mengangkat martabat bangsa Indonesia di mata dunia. Sehingga patutlah kita sambut dengan antusias. Namun, untuk mencapai poin kedua ini, saya kira tidaklah cukup hanya dengan mengandalkan promosi wisata ke luar negeri. Artinya, semangat menduniakan budaya Indonesia ini harus pula dibarengi dengan sebuah strategi kebudayaan dari dalam (negeri). Dan ini mutlak memerlukan campur tangan sektor (pemerintahan), terutama sinergi sektor pariwisata dan pendidikan.

 

Bahasa sebagai Strategi

 Menurut data Kementerian Pariwisata, angka kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) terus menerus mengalami peningkatan setiap tahun. Pada tahun 2016 misalnya, jumlah pengunjung yang masuk ke Negara kita mencapai 12.023.971. Angka ini naik pada tahun 2017 menjadi 14.039.799. Laporan terakhir, pada tahun 2018 mencapai 15.806.191 pengunjung.[2]

 Apa arti semua ini bagi kita? Sektor pariwisata, sebagai pintu masuknya para wisman, sebenarnya cukup potensial untuk mengantarai terjadinya transaksi budaya (lokal/nasional-internasional). Saya tidak ingin menyatakan selama ini tidak ada upaya yang mengarah ke sana. Tapi, upaya itu perlu dioptimalisasi. Sebagai contoh, sebagian besar objek-objek wisata di tanah air saat ini masih didominasi dengan (istilah) bahasa asing, khususnya Bahasa Inggris; mulai dari papan nama lokasi wisata, nama rumah makan, menu masakan, petunjuk arah, hingga buku panduan wisata.

Sebut saja misalnya kata-kata "welcome to...", "...inn", "art shop", "messages and beauty", "...waterfall", dan berberapa kosakata lainnya, bukankah sudah lazim kita temukan di seputar lokasi wisata? Saya bukan berarti anti terhadap bahasa Inggris. Karena memang kita tidak bisa pungkiri peranannya sebagai bahasa internasional saat ini. Lagi pula, jika penggunaan istilah-istilah tersebut ditujukan agar memudahkan para wisman, lalu untuk apa mereka berkunjung jauh-jauh bila suasana yang mereka temukan justru persis seperti di kampung halaman mereka? 

Maka, upaya pengenalan budaya bisa dimulai dari langkah-langkah sederhana, seperti mereduksi porsi penggunaan Bahasa Inggris di areal destinasi wisata. Bahasa dalam hal ini difungsikan sebagai sebuah strategi kebudayaan. Bukankah bahasa bagian daripada budaya? 

Peran Pendidikan

Ada dua peran sentral pendidikan dalam konteks ini. Pertama, merevitalisai budaya (lokal-nasional). Kita tentu sama-sama mengetahui, bahwa sejak dulu negara kita tidak hanya terkenal akan kekayaan dan keindahan alamnya, tapi ia juga dikenal dengan keragaman dan keunikan budayanya. Sehingga inilah yang menjadi daya tarik para wisman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun