Mohon tunggu...
Gayuk Zulaika
Gayuk Zulaika Mohon Tunggu... Praktisi Psikolog, Pemerhati dan Pengamat Pendidikan, Organisasi, Klinis, dan juga sebagai Mahasiswa Doktoral

Belajar Terus Pantang Mundur

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Refleksi Pelaut Merana di Negeri Sendiri

24 Juni 2025   18:08 Diperbarui: 25 Juni 2025   13:19 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Potensi maritim yang dimiliki Indonesia berasal dari perikanan tangkap. Potensi Indonesia sebagai negara maritim memang sangat besar mengingat wilayah lautnya yang sangat luas.(Kontributor Pontianak, Yohanes Kurnia Irawan/kompas.com)

Tanggal 25 Juni diperingati sebagai Hari Pelaut Sedunia, sebuah momen global yang seharusnya menjadi kebanggaan besar bagi bangsa maritim seperti Indonesia. 

Namun tiap tahun datang dan pergi, yang kita rayakan bukan prestasi, tapi ironi di negeri dengan laut lebih luas dari daratan, pelaut justru hidup dalam ketidakpastian.

Mereka adalah garda depan distribusi logistik nasional, penopang perdagangan internasional, dan penghubung ribuan pulau. Namun kehidupan mereka masih jauh dari kata layak.

Negara Maritim, Tapi Bukan Negara Pelaut

Indonesia menyumbang sekitar 1,2 juta pelaut untuk dunia (Kemenhub RI, 2023), menjadikannya salah satu negara pemasok tenaga kerja pelayaran terbesar secara global. 

Sebagian besar pelaut lokal, terutama yang bekerja di pelayaran domestik, masih menerima upah jauh di bawah UMR nasional (Syafri et al., 2020).

Di sisi lain, pelaut asing yang bekerja di kapal internasional menerima upah hingga 3--5 kali lipat, dengan jaminan asuransi, kontrak kerja legal, dan sistem pengaduan terintegrasi. 

Pelaut lokal kita, sebaliknya, sering tidak tahu harus mengadu ke mana jika terjadi kecelakaan atau pelanggaran kontrak. Tumpang tindih yurisdiksi antara Kemenhub dan Kemenaker memperparah ketidakpastian hukum ini (Fitriani, 2022).

Kapal Tua, Sistem Usang

Transportasi laut adalah urat nadi logistik nasional. Sayangnya, lebih dari 30% armada kapal nasional saat ini berusia di atas 20 tahun dan tidak semua memenuhi standar keselamatan internasional (BPS & Ditjen Hubla, 2022). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun