Mohon tunggu...
Marwan Jhainun
Marwan Jhainun Mohon Tunggu... Don't tell but show

Don't tell but show

Selanjutnya

Tutup

Trip

Jembatan Tua di Tengah Arus Sungai: Nyawa Kampung Jengok yang Terlupakan

10 Oktober 2025   22:12 Diperbarui: 10 Oktober 2025   22:12 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di tengah derasnya aliran sungai yang memisahkan Desa Wae Jare, Kecamatan Mbeliling, Kabupaten Manggarai Barat, berdiri sebuah jembatan bambu yang sudah dimakan usia. Jembatan sederhana ini menjadi satu-satunya akses menuju Kampung Jengok — sebuah perkampungan kecil yang dikelilingi hutan lebat dan sungai dalam dengan arus yang tak pernah berhenti.

Bagi masyarakat perkotaan, jembatan mungkin sekadar sarana melintas. Namun bagi warga Jengok, jembatan ini adalah urat kehidupan. Setiap pijakan di atas bilah bambu yang licin itu merupakan pertaruhan antara harapan dan bahaya.
Dibangun dengan Tenaga Sukarela
Jembatan ini berdiri bukan karena proyek pemerintah, melainkan dari kerja gotong royong warga bertahun-tahun lalu. Mereka menebang bambu dari hutan, mengikatnya dengan tali seadanya, dan menegakkannya di antara dua batang pohon besar di tepi sungai. Tak ada alat berat, tak ada anggaran desa — hanya semangat kebersamaan yang menyatukan mereka.

Kini, jembatan itu mulai rapuh. Beberapa bilah bambu telah lapuk, sementara tali pengikatnya tampak longgar. Meski begitu, jembatan ini tetap menjadi jalur vital bagi warga — tempat anak-anak berangkat sekolah, petani mengangkut hasil kebun, dan ibu-ibu menuju kampung sebelah untuk berbelanja kebutuhan harian.
“Kalau musim hujan, kami takut sekali menyeberang. Tapi tidak ada pilihan lain,” tutur salah satu warga dengan nada cemas.

img-20251010-wa0010-68e91eb1c925c40d66207da2.jpg
img-20251010-wa0010-68e91eb1c925c40d66207da2.jpg

Musim Hujan, Saat Ketakutan Menghampiri

Ketika hujan turun deras, debit air sungai meningkat tajam. Arus yang deras menghantam akar pohon besar penopang jembatan. Kadang, batang kayu besar terbawa arus dan menabrak kaki jembatan yang sudah rapuh. Dalam kondisi seperti itu, warga hanya bisa menunggu berjam-jam hingga air surut agar dapat melintas dengan aman.

Risikonya besar — anak-anak kerap absen sekolah, dan sebagian warga harus menempuh jalur memutar melewati hutan selama berjam-jam bila jembatan rusak atau hanyut terbawa banjir.
Potret Ketimpangan yang Masih Nyata
Sementara sebagian wilayah di Manggarai Barat kini menikmati infrastruktur modern dengan jalan beraspal dan jembatan kokoh, warga Jengok masih bergantung pada jembatan bambu yang menua. Potret ini mencerminkan ketimpangan pembangunan yang masih terasa di pelosok negeri.

Warga Jengok bukan tidak ingin maju. Mereka ingin hidup aman, anak-anak bisa menuntut ilmu tanpa rasa takut, dan hasil kebun bisa dibawa ke pasar tanpa menggadaikan nyawa di atas bambu licin. Namun, hingga kini, perhatian dari pihak berwenang belum juga tiba. Tak ada program pembangunan yang menjangkau wilayah ini — bahkan survei sederhana pun jarang dilakukan.

10/10/2025
10/10/2025
Harapan yang Tetap Menyala
Meski hidup dalam keterbatasan, semangat gotong royong warga Jengok tidak pernah luntur. Mereka tetap memperbaiki jembatan dengan peralatan seadanya setiap kali rusak. Di balik kerja keras itu, tersimpan satu harapan besar: agar pemerintah melihat dan mendengar mereka.

Bahwa pembangunan seharusnya tidak berhenti di kota dan kawasan wisata. Sebab di balik rimbunnya hutan Mbeliling, ada kampung kecil yang menanti kehadiran jembatan layak — demi keselamatan dan martabat hidup warganya.

Kampung Jengok mungkin jauh dari hiruk pikuk kota, tapi kisahnya menyuarakan kenyataan yang lebih luas: masih banyak daerah di Indonesia Timur yang belum tersentuh keadilan pembangunan. Sebuah ironi di tengah gemuruh promosi pariwisata dan proyek besar yang terus digembar-gemborkan di Manggarai Barat.
Kini saatnya perubahan dimulai dari tempat sederhana ini — dari ujung jembatan bambu yang setiap hari menjadi saksi perjuangan warga Jengok, agar mereka tak lagi berjalan di atas ketakutan, melainkan di atas harapan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun