Mohon tunggu...
Siti Marwanah
Siti Marwanah Mohon Tunggu... Guru - "Abadikan hidup melalui untaian kata dalam goresan pena"

"Tulislah apa yang anda kerjakan dan kerjakan apa yang tertulis"

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Rasa (22) Melayang

6 Februari 2021   11:46 Diperbarui: 6 Februari 2021   12:17 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Fadli duduk di belakang kemudi. Mobil melaju dengan kecepatan tidak terlalu kencang. Sesekali matanya melirik kendaraan di belakang melalui kaca spion. Lagu "Bila rasaku ini rasamu" dari Kerispati mengalun syahdu dari tape recorder membawa ingatan lelaki itu terseret ke masa lalu. Dimana dia harus berjuang meraih masa depannya dan menjadi pribadi baru di negeri Piramida. Saat dia harus menjadikan Parhan dan May Intel Rahasianya hanya untuk sekedar mendapatkan kabar tentang Aisyah.

Lelaki itu tampak tersenyum sendiri, membayangkan begitu detail info yang dia dapatkan tentang gadis yang membuatnya bisa sampai seperti sekarang ini.  Wajah manis Aisyah seolah ikut mentertawakan kebodohannya, dia bisa mencintai wanita yang pernah dibencinya setengah mati.

Rasa lelah yang mendera seharian bekerja seakan hilang. Terbayang sikap Aisyah yang sudah mulai lunak padanya. Rasa hati ingin secepatnya sampai rumah teringat janjinya dengan gadis berwajah Ayu itu.

Direbahkan tubuhnya di sofa panjang sembari menselonjorkan kedua kaki untuk sekedar meluruskan otot. Badannya terasa segar setelah diguyur air. Aroma parfum maskulin menusuk penciuman menambah fress suasana malam. Dipantaskan dirinya di depan cermin sekedar menyakinkan penampilannya.

Dia melirik arloji di pergelangan tangannya 19.37 saat dia baru saja menjejakkan kaki di depan pintu rumah Aisyah. Gadis itu pun langsung membuka pintu begitu mendengar salam. Keduanya langsung pergi setelah mendapat ijin dari pak Sukri.

Sesekali Fadli mencuri pandang ke arah Aisyah yang duduk di sampingnya. Gadis yang tampak anggun dengan gamis kuning telur di padu jilbab motif bunga hanya tersenyum. Warna warni lampu jalanan, serta kerlap kerlip bintang seakan ikut menari menemani dua sejoli menyusuri jalanan menuju sebuah restorant seefood.

Restoran yang berada di pusat kota itu tidak begitu ramai oleh pengunjung. Memasuki tempat ini seolah berada di negeri tirai bambu. Lampion-lampion warna merah bergelatungan di setiap sudut ruangan. Kursi dan sofa diatur sedemikian rupa sehingga terlihat asri. Senandung rindu melantun dari biduanita diiringi pianis yang duduk disampingnya. Suaranya menggema di penjuru ruangan.  

Fadli menunjuk sofa yang berada di pojok ruangan, seolah mengisyaratkan untuk duduk di sana. Sebuah lampu lilin sengaja diletakkan di atas meja sehingga terkesan romantis.

"Mau makan apa?" Tanya Fadli setelah mereka duduk berhadapan.
"Apa saja boleh," ucap Aisyah. Tampak dia begitu menikmati alunan lagu hingga matanya tak berkedip memandang sang biduanita.

Pemuda itu pun memesan dua porsi makanan dan minuman yang memiliki standar kesehatan dengan jenis yang sama persis, maklum seorang dokter.

Fadli memainkan ponselnya, hembusan napasnya terdengar berat, lututnya bergoyang-goyang di bawah meja yang tertutup kain satin.
"Ada apa mas, sepertinya sedang gelisah?" Tanya Aisyah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun