"Puasa enam hari bulan Syawal adalah ibadah sunnah bukan wajib. Maka anda mendapatkan pahala dari yang telah anda kerjakan dan diharapkan anda mendapatkan pahala sempurna apabila terdapat udzur syar'i yang menghalangi anda menggenapkannya, berdasarkan sabda Nabi saw:
"Apabila seseorang sakit atau musafir maka Allah tulis baginya seperti ia laksanakan sebagai mukim (di tempat tinggal) dan sehat". HR. Al-Bukhari no 2996
Antara Qadha atau "Nyawal"
Para ulama berbeda pendapat, diantara mereka ada yang melarang, ada yang memakruhkan dan ada yang memboehkan tanpa kemakruhan. Berikut perbedaan pendapat mereka:
Pendapat pertama, tidak boleh dan tidak sah
Ini adalah pendapat Ulama Hanabilah. Mereka mengatakan: Tidak boleh melaksanakan puasa sunnah sebelum mengqadha puasa Ramadhan, dan tidak sah puasa sunnahnya sebelum menyelesaikan qadha puasa Ramadhan. (Kasyful Qanna' juz 2 hal 334)
Pendapat Hanabilah ini didasarkan pada sabda Nabi saw
"Barangsiapa puasa Ramadhan kemudian dia ikuti (puasa) enam hari bulan Syawal maka dia seperti puasa setahun". HR. Muslim no 1164
Makna Ramadhan dalam hadits di atas adalah kesempurnaan Ramadhan, sehingga tatkala masih memiliki hutang puasa Ramadhan maka mengqadha Ramadhan terlebih dahulu kemudian puasa sunnah enam hari Syawwal. (Lihat Majmu Fatawa bin Baz no 150 juz 15 hal 393 dan Majmu' Fatawa wa Rasail Al-Utsaimin juz 20 hal 18)
Dari Abu Hurairah ra, dari Nabi saw bersabda: "Barangsiapa yang mendapatkan Ramadhan dan dia memiliki hutang Ramadhan (sebelumnya) yang belum diqadha maka tidak diterima puasanya. Dan barangsiapa yang puasa sunnah dan dia memiliki hutang dari puasa Ramadhan yang belum diqadha maka tidak diterima (puasa sunnahnya) sampai melaksanakan puasa (qadha Ramadhan)". HR. Ahmad no 8621
Status hadits tersebut diperselisihkan oleh para ulama. Al-Haitsami dan As-Suyuthi mengatakan hasan (Majma' Az-Zawaid no 5066 dan Al-Fathur Rabbani juz 10 hal 131)