Mohon tunggu...
Marudut Parsaoran Anakampun
Marudut Parsaoran Anakampun Mohon Tunggu... Hidup harus berekspresi, menulis dan berpikir.

Perjalanan hidup sesorang dimulai dari titik nol dan terbentuk sendiri oleh alam dan lingkungan. Perjalan hidup akan membentuk jati diri dan karakter . tanpa disadari kita akan dipaksa untuk membuat suatu pilihan, pilihan itu yang akan menentukan siapa kita. jiwa dan raga akan berjalan beriringan namum tidak akan bersatu. tetapi dalam satu titik ada masa untuk bertolak belakang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jembatan Lae Renun dari Masa ke Masa " Keresidenan Dairi"

18 Mei 2019   11:20 Diperbarui: 18 Mei 2019   23:34 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kolonial Belanda memanfaatkan orang- orang asli diri Keresidenan Dairi (Pakpak Pertaki), diturunkan Pertaki pakpak Simsim yang punya imajinasi ukir, diturunkannya Pertaki Pakpak Pegagan sebagai tuan  pembangunan dan punya ilmu kebal tersohor pada jaman itu. 

Pertaki Pakpak Kelasen, memiliki ahli besi, berimajinasi mengepak ulir-ulir besi, yang diyakini sebagai pengikat bagian demi bagian Jembata.  Pertaki pakpak Boang, simpihir ni Tulan, mengamankan kehidupan dan penghidupan pada masa itu. Pertaki Pakpak Keppas pandai bertutur kata, keuletan dan ketangguhan, yang dirinya siap untuk dipenggal sebagai tumbal kesuksesan jambatan itu berdiri kokoh.

Masyarakat asli suku Pakpak dapat disimpulkan bahwa suku Pakpak sebagai pundak, pemikul bahkan korban hidup, terbangunnya Jembata itu. Sebagai corong terdepan, pemecah ide dan gagasan kolonial Belanda saat itu

Dengan begitu, Kolonial Belanda peka betul memanfaatkan kemampuan, menggerakkan tenaga tenaga lokal, yang diyakini mampu menyelesaikan jembatan megah berarsitektur di jaman itu. 

Jembatan itu telah berdiri tegak, sebagai saksi penghantar manusia, kekayaan alam dan kekayaan lainnya dari Keresidenan Dairi. Bahkan Jembata itu diyakini penghubung antara sesama bangsa dan suku. Bangunan kokoh tinggi dan menjulang, sepertinya ingin menunjukkan kegagahannya.

Perjalanan sejarah jembatan itu (Jembata Renun) bisa disandingkan dengan Jembata Merah di Solo, ataupun jembatan Golden Gate di San Fransisco, Amerika, perjalanan sejarah yang sama dalam mendirikan. Perjalanan sejarah menumpahkan semangat perjuangan. Jembatan sebagai lambang peradaban, membuka akses keterbukaan. Sebagai ikon buah pikiran Manusia.

Kini Jembatan Renun, telah berbenah dari masa ke masa, berubah sesuai perubahan jaman manusia. Jembatan Renun sebagai penghubung suku-suku bangsa, memobilisasi kebutuhan hidup manusia. Kisah ini menggambarkan situasi pada jaman itu. Tergantung kita menafsirkan dan memahami.

Marudut Parsaoran

Sidikalang, 18/05/2019

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun