Manusia ini kelihatan sudah tak manusiawi lagi, resiko Pemilu mencemarkan kerukunan antar umat manusia. Pemilu menjadi bumerang penghancur bangsa, Nyatanya. Seharusnya demokrasi itu mencerminkan hidup berdampingan dan saling menghargai.
Manusia akan memangsa sesama manusia menjung-jung tinggi pemikiran dan ideologi tertentu dalam menempuh proses demokrasi pemilu itu sendiri. Hingga demokrasi itu dijadikan menjadi alat kekuasaan, kedigdayaan.
 Apa benar manusia itu paham tentang demokrasi. Atau memang paham pada pemikirannya saja. Nah itu dia masalahnya. Manusia jadikan demokrasi arena ring pertarungan yang sesungguhnya. Pertarungan hidup dan mati mendapatkan pemimpin dan kekuasaan, manusia tak sadar ternyata manusia itu sendiri terluka dan tersakiti.Â
Apa gunanya hidup berdemokrasi, tetapi manusia tersakiti, terbelenggu oleh dendam dan amarah. Sahal dikit main lapor lapor, buat berita hoax tanpa ada bukti. Sikut sana sikut sini. Hantam sana hantam sini.
Atau memang itu hanya musim ini, musim dimana demokrasi berjalan. Entah lah. Mungkin manusia jadi korban dari demokrasi ciptaan manusia., Atau memang ini hanya sebuah fiksi dan ilusi yang fakta dan data nya kita tidak tau kapan datangnya.Â
Baiklah, saya mulai paham apa yang dikatakan oleh ilmuwan fisikawan enstein, pada waktu dan ruang tertentu benda, golongan dan pikiran akan mengalami titik jenuh tanpa diketahui kapan, bagaimana, dan dimana itu terjadi.
Oke, saya paham. I see.Â