Mohon tunggu...
Marto
Marto Mohon Tunggu... -

Manusia sederhana

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[KC] Biarlah Waktu yang Menjawab

2 Oktober 2015   14:12 Diperbarui: 2 Oktober 2015   14:37 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

image: http://cdn-media.viva.id/thumbs2/2011/12/29/137958_gereja-salju-di-jerman_663_382.jpg

 

Marto No. Peserta 107

Menerawang makna senja yang sudah pasrah menepi ke pelukan malam. Di langit tampak gumpalan awan kuning gelap berjejeran mengawal sang Surya kembali ke peraduanya. Langgam duduk tercenung di atas sebongkah kayu bekas penebangan pohon Ara yang dekat ke tepi tebing persawahan. Merasai sentuhan dan lambaian semilir angin yang berbaur dengan bebauan tumbuhan belukar. Menusuk pelan masuk melalui liang renik jangat.

Sepasang bola mata tampak penuh bimbang menimbang rasa. Memandang ke bawah segala arah pematang sawah. Sesekali ia tampak tertunduk dan memejam mata amat dalam. Lalu wajahnya menengadah ke arah langit berharap mendapat sahut. Sejenak saja..kemudian kembali ke tatapan kosong semula. Sepertinya ada pergulatan hebat dalam batinya.  Sesuatu yang harus dilepaskan dari belenggu jiwanya. Sesuatu yang harus ia tentukan putusanya antara jujur atau terpendam selamanya dan tergenang bersama rasa yang  hanyut ditelan kehampaan. Akhirnya dia memutuskan untuk menemui Whanie malam ini.

Hari ini tanggal  25 Desember, segenggam asa pun tumbuh. Sebuah kesempatan untuk menyemburatkan segala isi hatinya pada Whanie sang pujaan hati. Kesempatan terakhir yang selama ini dia pendam menahun. Sedikitpun tidak berkarat. Sebelum kepasrahan memisahkan dua rasa yang sama. Selamanya. Entah mengapa dia dapat mengendapkan gejolak asmara sekalem itu. Tak ada yang mengetahui siapa sosok wanita yang dikaguminya itu selain sahabatnya Emmin, perempuan teman sekampung yang merangkap sekampus dan sekostnya.

***

24 Desember

Suasana halaman gereja tampak meriah malam ini. Ada banyak kembang api melayang-layang gemercik riang di antara tangan-tangan mungil anak desa. Mereka bergembira ria, berteriak dan berlari-lari. Beberapa anak muda saling bercengkeramah satu dengan yang lain membuat kelompoknya sendiri.
Suasana pun semakin riuh pasca kebaktian selesai.
"Duluanlah klen pulang ya Mak, bentar lagi aku nyusul" kata Emmin kepada ibunya.
"Mau kemana lagi kau boru ?"
"Ini Mak, ada sedikit yang mau kutanyakan sama Langgam, cuma bentar kok" sahut Emmin berlalu meninggalkan ibunya yang terus berjalan di kerumunan.
Emmin lalu menghampiri lelaki yang duduk sendiri di tangga gereja dan duduk di dekatnya.
"Hei Gam..kok sendirian kau ?" sapa Emmin.
"Eh Min..kaunya itu ?" sahut Langgam singkat.
"Selamat hari natal ya. Aku tau, kau pasti lagi mikirin Whanie kan ?" tanya Emmin menyelidik sambil menyodorkan tangan.
Dengan tatapan cuek Langgam menjawab datar "Natal juga.." tanpa menyambut tangan Emmin.

"Hmm..sebagai seorang sahabat, aku cuma bisa mendukung kau Gam. Menurutku sih sebaiknya kau jujur aja sama dia" cecarnya lagi seolah hafal akan apa yang terjadi di antara kedua sahabatnya itu.

"Maksud kau apa Min ? Apakah kau juga mendukung aku ketika nanti aku ditolak mentah-mentah sama dia ? Mau ditaroh mana mukaku ini Min ?" elak Langgam membantah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun