Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Habitus Sikap Positif: Kurikulum Pendidikan yang Menghidupkan Hidup

17 April 2025   07:55 Diperbarui: 17 April 2025   07:48 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bersikap positif menggerakkan komunitas yang positif pula. Sumber:  https://www.smartschoolerp.com/blog

Seorang ahli bedah jantung Inggris, Martyn Lloyd-Jones menyatakan, "Kebanyakan ketidakbahagiaan hidup karena Anda mendengarkan diri sendiri, bukannya berbicara kepada diri sendiri." Seringkali kita mudah reaktif atas segala hal yang didengar, terlebih segala sesuatu tentang diri kita sendiri. Apalagi ketika mendengar hal-hal yang kurang mengenakkan atau negatif, kita mudah menjadikan semuanya itu reaksi dalam diri yang tak jarang memporak-porandakan ketenangan hati dan pikiran. Jika kita mendengar hal-hal yang negatif, kita sejatinya perlu belajar memberikan perkataan positif kepada diri kita sendiri.

Sikap mental diri senantiasa menjadi sebuah kemauan dan kemampuan yang harus diusahakan dalam setiap pribadi untuk mencapai kualitas diri yang matang dan tangguh. Berbicara kepada diri sendiri seperti yang dinyatakan oleh Lloyd-Jones sesungguhnya habitus baik untuk membangun kebahagiaan diri yang merujuk pada mentalitas diri. Cara terbaik untuk melatih sikap mental diri yang tangguh adalah dengan mencegah pikiran diri menuju jalan yang negatif. Tetap melihat sisi positif dalam setiap pengalaman hidup yang tidak mengenakkan sekaligus merupakan keutamaan dalam proses pembelajaran hidup.

Dunia pendidikan sejatinya mengupayakan terus-menerus sikap positif dalam setiap pribadi dalam proses belajar sepanjang hayat. Pendidikan bukan hanya berfokus pada pencapaian pemahaman materi belaka namun ada yang lebih besar lagi yang harus diperjuangkan, yakni memiliki sikap mental diri yang positif dalam setiap situasi belajar. Ketika anak-anak berjuang untuk memahami materi pembelajaran, sikap positif dalam proses pembelajaran senantiasa menjadi pilar penting sehingga akan lahirlah militansi, ketekunan, kejujuran, dan kebermaknaan di dalamnya.

Sikap mental diri yang positif sesungguhnya menjadi sarana yang ampuh dalam menumbuhkembangkan ketangguhan diri dalam hidup. Sikap diri adalah sebuah pilihan merdeka setiap pribadi. Psikolog Victor Frankl percaya bahwa, "Kebebasan kita yang paling hakiki sebagai manusia adalah memilih sikap kita dalam keadaan apapun." Setiap pribadi yang menjalani hidup ini memiliki pilihan atas langkah dan tujuan hidupnya.

Melihat ketidakmampuan anak-anak di rumah dalam kerapian meja belajar dan tempat tidur seringkali menjadi sebuah masalah yang tak jarang melahirkan amarah dari orang tua. Mendapati tanggung jawab harian anak-anak di rumah untuk menyiram taman atau mencuci piring tidak berjalan dengan baik, tak jarang menjadi kerepotan sendiri membiasakan mereka dengan tugas dan tanggung jawabnya. Belum lagi, mendapati anak-anak di rumah lebih sibuk dengan handphone atau komputer dengan segala fitur yang ada, seringkali menjadi realita yang memusingkan kepala untuk mengaturnya.

Sebagai orang tua, setiap pribadi dapat memilih sikap diri atas segala keadaan itu, ketangguhan diri dalam situasi yang tidak sesuai dengan harapan benar-benar diuji. Kembali itu semua adalah pilihan merdeka untuk bersikap, akan bersikap negatif atau positif atas keadaan tersebut. Sikap yang kita pilih akan menentukan perbuatan yang akan terjadi, seperti marah, membiarkan saja, memberitahu, mengarahkan, mengajak bicara, membangun komitmen kembali, dan masih banyak pilihan yang bisa diambil.

Kelas merupakan tempat untuk memelihara dan mengembangkan hal-hal positif. Sumber: https://vplschool.com/blogs
Kelas merupakan tempat untuk memelihara dan mengembangkan hal-hal positif. Sumber: https://vplschool.com/blogs
Sikap kita terhadap sesuatu hal sungguh-sungguh menentukan perbuatan kita. Denis Waitley, menegaskan tentang hal tersebut seperti ini, "Keunggulan seorang pemenang tidak terletak pada bakat yang ia bawa sejak lahir atau IQ yang tinggi. Keunggulan pemenang terletak pada sikap, bukannya pada bakat. Sikap adalah kriteria kesuksesan sejati." Menjadi jelaslah bahwa sikap menentukan cara kita bertindak. Sejatinya tidak ada anak yang bodoh atau pun nakal, namun yang ada sejatinya anak-anak yang membutuhkan pendampingan dengan porsi yang berbeda-beda. Ini merupakan sebuah tantangan orang dewasa dalam mendidik anak-anak, baik di sekolah maupun di rumah. Sikap yang akan diambil sesungguhnya menentukan arah pendampingan itu sendiri sehingga bisa membantu anak itu berkembang atau justru sebaliknya.

Suatu ketika ada sebuah kelas dengan mata pelajaran tertentu yang sang guru merasa bahwa sebagian besar anak-anak di kelas itu sulit diatur dan secara akademik sulit dikembangkan. Kelas itu seringkali menjadi kelas yang tidak ideal oleh para guru untuk proses pembelajaran. Yang ada adalah label negatif untuk kelas tersebut sebagai kelas amburadul dan sulit untuk berkembang karena anak-anaknya bertindak semaunya sendiri. Benarkah demikian?

Suatu ketika ada seorang guru yang mulai menerapkan model pengajaran yang berbeda dari caranya mengajar sebelumnya dan berbeda dari kebanyakan guru yang mengajar di kelas itu. Anak-anak dibiasakan untuk bercerita dan berpendapat tentang hidup, kelas, keluarga, kelompok, cita-cita, harapan, dan berbagai hal. Mengejutkan, bahwa anak-anak itu rupanya memiliki pengalaman dan harapan yang begitu banyak. Dalam perjalanan waktu, kebiasaan bercerita dan berpendapat ini menjadi habitus baik untuk saling menghargai satu sama lain yang melahirkan simpati dan empati antar mereka. Masih layakkah anak-anak itu diberi label nakal dan bodoh?

Bahkan dalam perjalanan waktu, kelas itu begitu antusias dengan pembelajaran bersama sang guru itu. Ada apa sebenarnya? Rupanya anak-anak belajar dengan model proyek yang sesuai dengan konteks anak muda seperti mereka, yakni Proyek Rumah Produksi. Anak-anak layaknya sebuah rumah produksi membuat tayangan film dengan tema tertentu dan masing-masing anak memiliki peran masing-masing seperti: penulis naskah, sutradara, crew, pemain, pendukung sistem, dan masih banyak lagi peran dalam rumah produksi kelas tersebut. Dinamika itu sungguh-sungguh memberikan kesempatan pada anak-anak untuk berkembang dan mereka merasa dihargai potensinya, bukan lagi dihakimi negatif sebagai anak nakal dan bodoh.

Berpikir positif senantiasa menjadi revolusi pendidikan yang tepat sehingga tidak lagi sibuk melabeli orang lain negatif namun justru berusaha melihat potensi dan mengembangkan orang lain semakin berdaya guna. William James, seorang psikolog, menegaskan, "Penemuan terbesar dari generasi saya adalah bahwa manusia dapat mengubah hidupnya dengan mengubah caranya berpikir." Mengubah cara berpikir menjadi berpikir positif tak akan menjadi kesia-siaan namun akan menjadi kebermaknaan yang menghidupkan diri dan sesama. Jangan lupa berpikir positif. Salam Edukatif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun