Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Refleksi tentang Visi: Menilai Diri Tinggi dalam Kesatuan Jiwa dan Raga

4 Mei 2023   10:45 Diperbarui: 4 Mei 2023   10:43 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi diambil dari: gemalliedgroup.com/vision-and-mission

Setiap pribadi dipenuhi ide atas hidup ini dan diselimuti jiwa yang mengobarkan api kehidupan. Hidup sudah semestinya dihidupi sehingga hidup ini sungguh-sungguh hidup yang mampu menghidupkan setiap sendi-sendi menuju jejak langkah yang bermakna bagi diri, sesama, dan dunia.

Theodore Hesburg pernah menegaskan, "Intisari kepemimpinan adalah Anda memiliki sebuah visi. Visi itu harus dapat Anda ungkapkan dengan jelas dan penuh semangat pada setiap kesempatan. Anda tidak dapat meniup terompet yang tidak pasti". Kepemimpinan bukan sekadar jabatan atau posisi dalam sebuah komunitas, lembaga, atau institusi tertentu namun lebih dari itu berbicara tentang kepemimpinan atas hidup dan diri setiap pribadi manusia. Dan, visi yang ditegaskan oleh Hesburg senantiasa menjadi urgensi dan esensi yang harus menemukan kejelasannya.

Visi bukanlah semata-mata kata indah yang enak didengar dan indah dipajang di setiap sudut ruangan ataupun terpampang elegan di lorong-lorong sehingga bisa dilihat oleh siapapun yang melewatinya. Visi senantiasa menjadi roh yang menghidupkan setiap pribadi yang ada di dalamnya untuk menghidupinya dalam setiap gerak langkah bersama untuk mencapai tujuan. Bahkan lebih dalam lagi, visi pribadi setiap orang mampu memberikan semangat dan acuan setiap harinya dalam sebuah kerangka menata hidup yang berkualitas dan bermakna bagi sesamanya.

Visi sejatinya terimplementasi dalam gerak langkah praktis yang menjadi habitus baik dalam konsistensi dan ketekunan yang begitu militan, pantang menyerah. Kata-kata yang terurai dalam visi sejatinya tergambar dalam jejak-jejak langkah penuh makna dalam berbagai relasi, komunikasi, dan kolaborasi yang sinergis sehingga visi itu tidak menjadi mimpi di siang bolong, namun menjadi uraian pengalaman yang penuh makna dalam konteks kehidupan dalam komitmen pada kebaikan dan integritas bersama.

John C. Maxwell dalam Developing the Leader Within in You, memberikan uraian menarik tentang perbedaan antara sesorang dengan visi dan pengkhayal. Ada perbedaan yang begitu ekstrim dalam tataran konsep dan praktis. Seorang dengan visi berbicara sedikit tetapi banyak bekerja, sedangkan seorang pengkhayal sedikit bekerja tetapi banyak bicara. Seorang dengan visi terus bergerak maju Ketika muncul masalah, namun seorang pengkhayal berhenti setengah jalan ketika kesulitan mulai menghadang.

Ada semangat militansi yang berkobar dalam diri seorang yang memiliki visi, di mana semangat itu menggerakkan seluruh jiwa dan raganya dalam keselarasan sejati antara kata-kata dan tindakan. Siap menilai diri tinggi sehingga siap sedia untuk belajar dari pengalaman dan siap berubah untuk kemajuan diri dan sesama. Optimisme dan rasa percaya diri menjadi modal yang baik untu mewujudkan visi menjadi kenyataan seiring dengan ketekunan dan keuletan diri dalam berbagai dinamika kehidupan yang ada. Pada waktunya, seorang dengan visi mendapatkan kekuatan dari keyakinan diri, beda halnya dengan seorang pengkhayal yang mendapatkan kekuatan dari kondisi-konsisi di luar dirinya, yang reaktif dan cenderung melemahkan.

Setiap pribadi sejatinya siap maju dan berkembang dengan segala tantangannya. Pasti bisa. Belajar dari para tokoh besar yang justru berangkat dari berbagai kekurangnnya, namun mampu melewatinya dan menjadikan mereka hebat bagi diri, sesama, dan dunia. Orator besar Demosthenes adalah orang gagap! Julius Caesar adalah pengidap epilepsi. Napoleon berasal dari kalangan bawah dan tidak genius. Beethoven adalah seorang tuli sama seperti Thomas Edison. Homer buta dan Plato berpunggung bungkuk. Contoh-contoh tersebut adalah pribadi-pribadi yang kuat dan militan menemukan dan mengembangkan potensinya dalam visi hidup mereka dalam perjuangan hidup yang tak kenal lelah.

Pada akhirnya, visi hendaknya menjadi roh hidup dan harus dihidupi setiap waktu, setiap hari dalam ketekunan dan habitus baik. Visi-visi besar dimulai sebagai pekerjaan jiwa dan raga dalam kesatuan hati dan budi. Impian batin dalam visi sejatinya mampu menyulutkan api kehidupan yang tak terpadamkan. Napoleon Hill berkata, "Hargai visi dan impian Anda sebagai anak-anak jiwa Anda: masterplan dari pencapaian tertinggi Anda". Waktunya menggambar realita kehidupan kita, Carpe Diem -- Seize the day.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun