Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Setelah Senja (55): Kolaborasi Mimpi dan Imajinasi

22 Maret 2021   04:04 Diperbarui: 22 Maret 2021   05:49 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. www.insitearts.com

Manusia tanpa mimpi dalam hidupnya, tak ubahnya patung yang terpahat dari batu, tak ada target dalam hidup ini, diam kaku membisu. Manusia tanpa imajinasi tak ubahnya kertas putih yang terurai di lantai tanpa makna, hingga akhirnya lenyap dalam kehampaan. Mimpi dan imajinasi adalah seni dalam menghidupi hidup agar lebih hidup.

Langit pagi ini sangat cerah, aku mulai persiapan diri untuk sekolah. Aku masih teringat kejadian tadi malam di mana bintang-bintang di angkasa luar berkerlipan dengan terangnya. Menurutku, hidup juga seperti itu, terkadang bersinar terang atau redup karena tertutup awan-awan. Aku tersadar akan lamunanku saat ibu datang ke kamarku dengan tatapan matanya yang sangat tajam. Aku langsung tersenyum dan cepat-cepat memasukkan buku-bukuku kedalam tas. Aku berkata kepada ibu: "Maaf ibu, aku sekarang akan sarapan." Ibupun langsung tersenyum:" Iya, sana cepat sarapan." Akupun langsung sarapan dan setelah itu, aku pamit kepada ibu dan langsung berangkat sekolah dengan sepeda.

Aku bersepeda melewati desa-desa, tak hanya itu akupun melewati lapangan yang penuh ilalang. Sejenak aku harus berhenti karena aku harus turun dari sepedaku untuk menuntun melewati sungai jernih dengan bantuan jembatan kayu. Banyak orang yang merasa kasihan kepadaku, tapi hatiku tetap senang karena aku bisa belajar untuk bersyukur. Aku berjanji pada diriku sendiri bahwa saat aku besar nanti akan kubuat tempat lahirku menjadi lebih baik dan perubahan itu akan kuberi nama Revolusi Bumi. Kuberi nama tersebut karena aku ingin tempat lahirku penuh dengan menara-menara tinggi, tapi penuh dengan cagar alam yang dahsyat.

Untuk mewujudkan mimpiku, aku belajar dengan rajin. Saat aku "koma" biasanya aku meminum teh daun hijau buatan ibu kesayanganku. Aku yakin akan sukses dengan menulis buku. Aku menghabiskan tinta pulpenku setiap hari untuk melatih diriku. Aku habiskan semua semangatku hingga titik darah penghabisan. Hingga akhirnya bukuku berhasil diterbitkan, walau pada penjualan pertama sangat sepi, aku sempat memasukkan bukuku ke koran, tapi tidak ada hasil yang baik. Aku putus asa, tapi temanku membantuku karena dia seorang artis dan akhirnya penjualan bukuku meningkat hingga orang yang membeli bukuku mengantri hingga jalan raya.

Saat penjualan bukuku belum berhasil terjual banyak, di situ merupakan titik putus asa untuk diriku. Jika temanku tidak hadir membantuku maka aku akan berhenti di lingkaran putus asa bagai di rantai tak bisa lepas. Jujur aku sungguh bersyukur punya teman seperti dia. Bagiku dia seperti memberikan aku warna terang yang mewarnai hidupku. Kembali kepada penjualan bukuku, saking lakunya pihak pencetak buku memberi saran untuk membuat souvenir dalam bentuk botol yanG berisi quotes yang ada di dalam bukuku. Akupun menyetujuinya dan akhirnya setelah penjualan itu berhasil, aku pulang ke kampung halaman dan membangun daerahku sesuai janjiku dulu.

Pembangunan daerahku cukup sulit layaknya berusaha memanah, anak panah tak bisa selalu kena sasaran. Hal yang membuat sulit adalah manusia-manusia yang berpikiran sempit dan tak mau maju. Untung aku memiliki teman yang memiliki kursi pejabat sehingga dia bisa sedikit membantuku. Aku dan dirinya berusaha secara perlahan mengubah presepsi masyarakat.  Karena jika mereka hilang kepercayaan, mereka akan seperti gelas yang pecah dan tak bisa menyatu kembali. Hari demi hari, bulan demi bulan hingga tiba saatnya kurang lebih sembilan tahun aku membangun daerahku. Peradaban baru yang sesuai harapanku yaitu modern tapi tetap cinta lingkungan. Kemudian hasil dari pembangunan yang baru ini kutulis dalam buku yang lain untuk penerusku selanjutnya. Kuharap negeriku akan menjadi lebih baik lagi dari sekarang.

*WHy-kHAR

**Setelah Senja: sebuah kisah imajinatif reflektif yang mencoba mendaratkan nilai-nilai kehidupan (life value) dalam kisah fiksi ke dalam konteks zaman yang sangat nyata dalam realita hidup ini.

***Setelah Senja: Dari pagi menjelang malam ada berbagai dinamika kehidupan yang menjadi bagian cerita hidup kita. Semuanya itu akan berjalan begitu saja dan pada akhirnya terlupakan begitu saja pula jika kita tidak berusaha mengendapkannya dalam sebuah permenungan sederhana tentang hidup ini demi hidup yang lebih hidup setiap harinya. "Setelah Senja" masuk dalam permenungan malam untuk hidup yang lebih baik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun