Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Setelah Senja (51): Memento di Suatu Masa

16 Maret 2021   04:04 Diperbarui: 16 Maret 2021   07:13 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. www.digitalartsonline.co.uk

Sebuah masa, sebuah peristiwa membawa pesan pada semua saja yang di alam semesta ini tentang skenario hidup bak layar lebar film kehidupan. Sebuah masa, sebuah peristiwa terhenti, berlari, dan terpaku pada tonggak-tonggak yang meninggalkan sejuta makna pada cakrawala.

Aku bangun, di bawah langit malam, di atas rerumputan hijau. Mataku yang masih tertidur mencoba mencari tahu di mana aku berada. Sejauh mata memandang, hanya ada lapangan luas yang berselimutkan langit berkelap-kelip. Beberapa waktu kemudian aku melihat sebuah sepeda merah menuju kemari. Sepeda itu membawa seorang anak kecil, membawa buku kecil tentang astronomi. Anak itu berhenti di sampingku, lalu tidur berbaring melihat bintang. Ah, betapa senangnya bocah itu, menjulurkan tangan seolah meraih Jupiter. Hidup serasa tanpa beban, bermimpi meraih bintang saat sudah besar.

Aku kedipkan mataku, saat kubuka, kulihat sebuah menara, di atas bukit di luar desa. Secepat sebuah revolusi, berubah tiba-tiba, seakan memang seperti itu sedari sekian lama. Kulihat sekelompok anak, memancing ikan sembari bersembunyi dari matahari bersama dengan ilalang tinggi. Mereka berkata, bertanya, dan tertawa bersama dengan gemercik aliran sungai dan kicauan burung merdu. Ada satu pertanyaan, tentang masa depan, satu menjawab, semua terdiam, lalu tertawa. Anak itu terdiam saja saat teman-temannya tertawa dan menunjuk-nunjuk menara seakan menyuruhnya untuk naik ke sana. Raut muka merah, cermin mukanya menunjukkan keteguhan hatinya sedikit pudar.

Seperti daun terbawa angin kencang, diriku terbawa menuju ke desa, melalui pohon-pohon, pintu dan jendela. Aku berhenti di sebuah ruangan sempit yang disinari berkas-berkas cahaya dari sela-sela genting. Di sana aku melihat seorang remaja muda, membaca buku yang penuh dengan simbol tinta. Bagaikan jalan raya di tengah kota, bagaikan tulisan tanpa titik, tanpa koma, dia tak pernah berhenti. Sekelilingnya pun berubah, bunga bermekaran lalu gugur, daun muda tumbuh lalu menguning. Semangatnya berkobar, dengan bercucuran darah, dia terus-menerus membaca.

Sebuah papan, seorang pemuda berdiri di depannya, mata menitik, menatap halaman-halaman kertas yang tertempel di sana. Lama kelamaan, warna mukanya makin memucat, hitam putih, bersama dengan sekelilingnya. Dia berlari, tergesa-gesa mencari seorang tua, dan bertanya kepadanya. Uang, katanya, kamu tidak punya, kami tidak bisa. Saat itu juga lingkaran hitam putih yang mengelilinginya membesar, memakan dunia. Botol berserakan, dia tidur di tengah lapangan, menghadap langit terik. Seorang berseragam datang membawa rantai dan kekang, seakan menangkap hewan liar. Dia lari, melarikan diri, dari bahaya dan diri sendiri, menuju jalan raya, terdengar suara.

Ruangan putih, aku duduk terdiam di kursi, menatap layar tipis, lebih tipis dari kertas. Di sana aku melihat kaca merah berhamburan, seperti gelas kaca saat pertengkaran rumah tangga. Banyak orang datang, menutup mata dan menunjuk-nunjuk, seperti panah yang hendak melesat dari busur. Manusia itu sudah binasa, pergi dari peradaban dunia nyata. Manusia itu sedih, menyesal telah melepas hidupnya hanya karena gagal sekali saja. Manusia itu hanya bisa menyesal dan meratap, duduk terdiam di kursi di dalam ruangan putih.

*WHy-rYa

**Setelah Senja: sebuah kisah imajinatif reflektif yang mencoba mendaratkan nilai-nilai kehidupan (life value) dalam kisah fiksi ke dalam konteks zaman yang sangat nyata dalam realita hidup ini.

***Setelah Senja: Dari pagi menjelang malam ada berbagai dinamika kehidupan yang menjadi bagian cerita hidup kita. Semuanya itu akan berjalan begitu saja dan pada akhirnya terlupakan begitu saja pula jika kita tidak berusaha mengendapkannya dalam sebuah permenungan sederhana tentang hidup ini demi hidup yang lebih hidup setiap harinya. "Setelah Senja" masuk dalam permenungan malam untuk hidup yang lebih baik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun