Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Setelah Senja (37): Kesempatan Kedua untuk Sebuah Asa

1 Maret 2021   05:05 Diperbarui: 1 Maret 2021   05:11 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. www.quotev.com

Bagaimana menjalani hidup ini adalah sebuah kesempatan. Kapan hidup ini berakhir adalah sebuah kepastian milik Sang Pencipta. Itulah esensi hidup manusia, mengambil kesempatan dengan baik dan menyerahkan kepastian hidup dalam iman pada rencana Sang Pencipta.

Di sebuah pagi yang cerah, aku bangun sangat terlambat. Rasa jengkel terhadap ibu menyelimuti benakku karena tak membangunkanku lebih awal. Dengan segera aku mandi, memakan sarapan yang sudah disediakan ibu, dan aku memasukkan semua buku dan alat tulis ke dalam tas. Dengan mata yang masih sangat mengantuk, segera kuambil dan kukayuh sepeda kesayanganku. Sungguh pagi yang segar dengan langit yang cerah, seolah bintang-bintang masih menyinari bumi. Sungguh kusyukuri hidup ini, bersyukur masih bisa menikmati semua ini, walau pagiku masih diliputi kejengkelan.

Jam tanganku menunjukkan pukul 06.45 pagi, yang artinya aku harus segera sampai di sekolah. Kususuri desa tempat tinggalku, melewati sungai yang mengalir sangat deras. Hamparan ilalang kekuningan di tepian membuat mataku semakin cerah. Kusadari, ternyata revolusi di luar sana tak menggoyahkan keindahan alam desaku. Sampailah aku di menara jam kota yang menunjukkan pukul 06.55. Kali ini, aku benar-benar harus sampai di sekolah atau aku akan mendapat hukuman guru piket. Akhirnya, aku tiba di gerbang sekolah dan aku terlambat 5 menit, sial.

Kumasuki gerbang sekolah dengan dituntun oleh guru piket menjauhi jalan raya. Sungguh sialnya aku hari ini, hari yang seharusnya indah, sirna sudah. Aku dihukum untuk menyirami semua tanaman sekolah yang berada di pinggir lapangan. Satu per satu tetes air membasahi dedaunan, begitu pula tetes keringat membasahi tubuhku. Setelah selesai, aku segera kembali ke ruang kelas untuk belajar bersama teman-temanku. Bapak guru memintaku untuk mengisi tinta spidol papan tulis yang telah habis. Kuambil koran sebagai tatakan agar tidak mengotori meja, kemudian kutuangkan tinta yang berwarna seperti darah. Sungguh sialnya aku hari ini, sudah terlambat, dihukum, masih saja disuruh-suruh.Kukayuh sepedaku ke rumah dengan kurang berkonsentrasi, sehingga aku tertabrak mobil dan koma.

Titik-titik darah menetesi aspal jalan raya tempatku celaka. Seketika, aku melihat lingkaran cahaya putih yang sangat silau dan rohku seolah berjalan masuk ke dalamnya. Halaman yang luas dan asri membentang di depanku, seolah rantai kehidupanku terputus sudah. Aku mendengar ada suara yang memanggil namaku dan menyuruhku kembali karena ini bukan waktunya. Aku masuk kembali ke dalam lingkaran yang kali ini berwarna hitam. Aku tersadar dan aku telah berada di ICU dengan botol obat berjejeran di depanku. Kupikir, aku tidak akan lagi melihat dunia ini dan tentunya orang yang kucintai. Aku sungguh bertobat dan menyesal akan dosaku, karena kematian tidak ada yang tahu. Beruntung, aku masih diberi kesempatan kedua untuk hidup dan memperbaiki kesalahanku oleh Yang Maha Kuasa.

Aku melihat ibuku menangis dan terduduk di sebuah kursi sembari mengelus lembut tanganku. Ayahku memberinya segelas teh hangat untuk menenangkan dirinya. Mataku berkaca-kaca melihat mereka yang memberiku begitu banyak perhatian. Aku begitu menyesal telah jengkel kepada ibuku karena tak membangunkanku tadi pagi. Ibu dan ayahku sangat tertekan melihat anak satu-satunya tergeletak tak berdaya. Ditambah, kertas tagihan rumah sakit menunjukkan angka dengan jumlah yang besar. Bagaikan anak panah menusuk jantungku, aku begitu kaget dan hancur melihat kertas tersebut. Kujadikan ini sebagai peringatan untuk menjadi manusia yang lebih baik di peradaban yang akan datang.

*WHy-raCH

**Setelah Senja: sebuah kisah imajinatif reflektif yang mencoba mendaratkan nilai-nilai kehidupan (life value) dalam kisah fiksi ke dalam konteks zaman yang sangat nyata dalam realita hidup ini.

***Setelah Senja:Dari pagi menjelang malam ada berbagai dinamika kehidupan yang menjadi bagian cerita hidup kita. Semuanya itu akan berjalan begitu saja dan pada akhirnya terlupakan begitu saja pula jika kita tidak berusaha mengendapkannya dalam sebuah permenungan sederhana tentang hidup ini demi hidup yang lebih hidup setiap harinya. "Setelah Senja" masuk dalam permenungan malam untuk hidup yang lebih baik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun