Mohon tunggu...
MAS TOKAN
MAS TOKAN Mohon Tunggu... Tour Leader; Tour Driver; Termasuk Taksol

Freelance Travel Agent yang juga pengemudi Taksi Online, suka baca, dan mencoba bercerita lewat tulisan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ketika "Kuli Tinta" Juga Jadi Kader Partai: Antara Pena, Parpol, dan Panggung Kepentingan.

12 Oktober 2025   09:15 Diperbarui: 11 Oktober 2025   22:38 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber: AI/Gemini)

Mungkin hanya di Negara +62 yang rasanya semua abu-abu ketika berbicara wilayah media dan politik. Di satu sisi, kita bicara tentang independensi pers, di sisi lain kita menyaksikan afiliasi politik yang begitu kentara.
Dan yang lebih menarik lagi, saat ini, kita dapat menjumpai fenomena baru: "kuli tinta" yang juga "kader partai", atau bahkan pemilik media yang sekaligus pengurus partai politik.

Tulisan ini  muncul karna banyak rekan yang saya dapati boleh dibilang tidak hanya berproses sebagai "kuli tinta" tetapi juga mereka ada yang duduk sebagai pengurus dalam partai politik, dan ada juga yang adalah kader aktif partai politik.
 
Lalu pertanyaannya, masihkah tulisan-tulisan mereka berimbang? 

Ketika "Pena" Menjadi Alat Politik

Dulu, wartawan adalah "anjing penjaga demokrasi" (watchdog of democracy). Tugasnya "menggonggong" ketika kekuasaan menyimpang, "menggigit" ketika rakyat dizalimi. Namun kini, "anjing penjaga" itu kadang sudah diberi kalung partai, diberi posisi strategis, bahkan disuruh ikut rapat strategi pemenangan pemilu.

Tentu saja, mereka akan bilang: "Kami tetap profesional. Kami bisa bedakan antara kepentingan publik dan kepentingan partai."
Tapi jujur saja, publik kadang merasa itu seperti seseorang yang bilang "saya diet" sambil makan gorengan tiga buah.
Sulit dipercaya, walau terdengar manis.

Coba perhatikan beberapa media online lokal, ketika berita tentang partai tertentu keluar, nadanya lembut seperti puisi. Tapi giliran partai lawan muncul, gaya tulisannya berubah: keras, menyindir, bahkan menyerang dengan data yang setengah matang.
Apakah itu kebetulan? Entahlah. Yang jelas, publik bisa membaca pola.

Kadang, kita tidak sedang membaca berita --- kita sedang membaca buletin partai dengan kemasan media.
Tajuknya "objektif", tapi isinya penuh aroma "strategi komunikasi politik". 

Menjadi Jurnalis dan Kader: Mungkin, Tapi Tidak Mudah. 

Menjadi pengurus partai dan tetap jujur sebagai jurnalis itu bukan mustahil. Tapi berat --- sangat berat. 

Seperti menulis opini tentang kejujuran sambil menutup-nutupi siapa yang membayar iklannya. Karena butuh integritas yang tidak semua orang punya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun