Mohon tunggu...
Humaniora

Sekolah Andalkan Aliran Listrik Dua Jam Sehari

4 Maret 2016   08:19 Diperbarui: 10 Maret 2016   10:51 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sutarti menyampaikan penjelasan mengenai program On the Job Learning (OJL) kepada wali murid SDN 20 Paguyaman, Kecamatan Boalemo, Gorontalo. "][Sutarti menyampaikan penjelasan mengenai program On the Job Learning (OJL) kepada wali murid SDN 20 Paguyaman, Kecamatan Boalemo, Gorontalo/dokpri]

Tantangan besar dihadapi Sutarti, Kepala SDN Guyung 2 Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, ketika dia mengikuti program gagasan Kemendikbud, On The Job Learning (OJL). Program studi banding kepala sekolah ke daerah 3T (terpencil, terisolir, dan terluar) itu mewajibkan Sutarti memimpin sekolah dasar di Gorontalo selama 10 hari.

Bukan saja dia harus beradaptasi dengan lingkungan tempat tinggalnya selama di Gorontalo, tetapi juga dengan manajemen SDN 20 Paguyaman, Kecamatan Boalemo, Gorontalo. “Ternyata orang tua siswa tidak pernah diajak bertemu oleh pihak sekolah sama sekali. Tidak ada komunikasi di antara mereka,” papar Sutarti tentang tempatnya bertugas. 

Maka, begitu Sutarti di sana, dia menggelar pertemuan bersama komite sekolah untuk membentuk paguyuban kelas. Menurut Sutarti, langkah ini merupakan implementasi konsep yang diterimanya sebagai fasilitator daerah berdasar modul dari USAID PRIORITAS.
“Manajemen Berbasis Sekolah menekankan agar pihak sekolah mampu memaksimalkan peran serta masyarakat, salah satunya dengan pertemuan bersama wali murid.” tuturnya.

 
Sebenarnya peran orang tua murid banyak sekali, tetapi pihak sekolah tidak berinisiatif membuka komunikasi dengan mereka. Jika ini dilakukan, bakal ada partisipasi orang tua ke sekolah.
Sutarti pun memaparkan rencana kegiatan dan anggaran sekolah kepada para wali murid. “Selama ini tidak ada transparansi mengenai anggaran dari pihak sekolah sehingga orang tua tidak tahu kegiatan apa saja yang diikuti anak-anaknya. Mereka juga tidak tahu kebutuhan sekolah sebenarnya apa saja,” terang Sutarti.

Warga di sekitar kawasan sekolah yang sebagia besar adalah para pendatang dari Pulau Jawa, memicu Sutarti untuk membentuk tempat pengajian anak (TPA). Kebetulan, di antara mereka ada yang berasal dari Tebuireng, Jombang.
Guru sekolah juga diberikan pelatihan menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang menggunakan metode PAKEM. Metode ini dapat membuat siswa menjadi anak yang kreatif, aktif, dan proses pembelajarannya menjadi lebih efektif.

“Saya mengatakan kepada para guru bahwa RPP tidak perlu panjang. Disusun secara singkat dan jelas saja untuk diwujudkan dalam bentuk lembar kerja,” kata Sutarti. Metode PAKEM direspons baik di kelas. Siswa menjadi senang karena bisa belajar sambil bermain.
Bagaimana menyusun penggunaan dana BOS yang baik dan efektif juga diperkenalkan Sutarti kepada para guru SDN 20 Paguyaman. Agar tahu selama ini 10 persen dana BOS untuk pengadaan buku dialihkan ke mana, Sutarti mengajak diskusi bendahara sekolah.
“Sekolah kurang ada perhatian untuk pengadaan buku. Ruang perpustakaan ada tetapi buku-bukunya minim sekali, hampir kosong melompong. Duh saya sampai prihatin,” ungkapnya.

Namun, dari semua masalah yang dihadapi di sekolah tempatnya bertugas, Sutarti memberikan perhatian khusus kepada kualitas sumber daya manusia para guru. Pola mengajar mereka masih memakai pola lama yaitu guru aktif dan siswa pasif. Tidak ada gereget untuk update buku atau informasi dari sumber lainnya.
“Memang jaringan internet tidak ada, listrik saja hanya menyala satu atau dua jam sehari. Setiap hari, warga hidup dalam suasana gelap,” tutur Sutarti.
Siswa juga demikian, setiap hari mereka harus berjalan kaki ke sekolah menempuh jarak minimal dua kilometer. Tidak sedikit yang harus menyeberangi sungai, mereka sudah terbiasa harus melepas sepatu di tengah perjalanan agar alas kakinya tidak basah terkena air. (marta nurfaidah)

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun