Setelah membaca artikel "Kabinet Baru, Harapan Lama: Apakah Reshuffle Bisa Menjawab Kekecewaan Publik?" karya Dosen saya yaitu bapak Drs. Study Rizal Lk,MAÂ
Sebagai mahasiswa, saya melihat artikel ini sangat relevan dengan kondisi politik Indonesia saat ini. Reshuffle kabinet memang selalu menjadi isu menarik karena dianggap sebagai momentum untuk memperbaiki kinerja pemerintah. Namun, dari pengalaman yang sudah-sudah, reshuffle seringkali hanya menimbulkan euforia sesaat tanpa diikuti dengan perubahan yang signifikan.
Menurut saya, masalah utama bukan semata-mata siapa yang duduk di kursi menteri, tetapi bagaimana sistem kerja dan budaya politik di dalam pemerintahan itu sendiri. Pergantian menteri tidak akan banyak berarti jika pola lama masih dipertahankan: kebijakan yang tidak konsisten, kurang transparan, dan masih kental dengan kepentingan politik. Justru yang paling ditunggu publik adalah adanya gebrakan baru, cara kerja yang lebih efektif, dan bukti nyata bahwa pemerintah serius menjawab kekecewaan rakyat.
Hal lain yang juga saya perhatikan adalah nuansa politik yang kuat dalam setiap reshuffle. Pertanyaannya sederhana: apakah menteri yang dipilih benar-benar diprioritaskan karena kompetensi, atau hanya bagian dari "bagi-bagi kursi" untuk menjaga stabilitas politik? Kalau alasan kedua yang lebih dominan, maka wajar jika publik meragukan hasil reshuffle ini. Bagi mahasiswa seperti saya, hal ini menjadi tanda bahwa kepentingan rakyat belum sepenuhnya menjadi prioritas utama.
Saya juga melihat pentingnya transparansi dan partisipasi publik dalam proses reshuffle. Selama ini, rakyat hanya bisa menunggu pengumuman tanpa tahu apa dasar pemilihan seorang menteri. Padahal, mahasiswa dan masyarakat luas ingin tahu, apa kriteria menteri baru, target apa yang harus dicapai, serta bagaimana evaluasi kinerjanya nanti. Tanpa keterbukaan, reshuffle hanya akan dipandang sebagai permainan politik di balik layar.
Dari sisi harapan, tentu reshuffle bisa menjadi peluang. Menteri baru diharapkan membawa energi baru, ide segar, dan cara pandang yang lebih pro-rakyat. Isu-isu besar seperti pengangguran, ketidakadilan sosial, inflasi, serta akses terhadap pendidikan dan kesehatan harus menjadi fokus utama. Sebab, rakyat tidak butuh retorika panjang, yang dibutuhkan adalah bukti nyata.
Sebagai mahasiswa, saya percaya bahwa generasi muda punya peran untuk tetap kritis mengawal proses ini. Reshuffle tidak boleh berhenti sebagai wacana politik, tapi harus menjadi langkah awal untuk perbaikan nyata. Jika menteri baru tidak menunjukkan kinerja, maka kritik publik, terutama dari mahasiswa, akan terus mengalir sebagai bentuk kontrol sosial.
Singkatnya, reshuffle kabinet memang menghadirkan harapan, tapi juga menyimpan tantangan. Jika pemerintah ingin benar-benar menjawab kekecewaan publik, maka perlu ada perubahan sistem kerja yang lebih transparan, akuntabel, dan berorientasi pada kepentingan rakyat. Sebagai mahasiswa, saya menegaskan bahwa reshuffle ini harus dimaknai bukan hanya sebagai pergantian kursi, melainkan momentum untuk memperbaiki kualitas pemerintahan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI