Mohon tunggu...
marshalfikriansyahdewa
marshalfikriansyahdewa Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa Hubungan Internasional dari Universitas Brawijaya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Review The Anti-Slavery Movement and the Rise of International Non-Governmental Organization

25 Maret 2025   04:59 Diperbarui: 25 Maret 2025   04:59 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Bab 9, The Anti-Slavery Movement and the Rise of International Non-Governmental Organizations, mengulas bagaimana gerakan anti-perbudakan pada abad ke-18 dan ke-19 menjadi salah satu pemicu utama munculnya organisasi non-pemerintah internasional (NGO's). Bab ini menjelaskan bahwa gerakan anti-perbudakan tidak hanya sekadar kampanye moral, tetapi juga merupakan bentuk awal dari aktivisme transnasional yang melibatkan berbagai aktor, termasuk individu, kelompok masyarakat sipil, dan bahkan institusi keagamaan.

Gerakan ini dimulai dengan kampanye besar-besaran yang dilakukan oleh kelompok-kelompok seperti Society for Effecting the Abolition of the Slave Trade di Inggris pada akhir abad ke-18. Kampanye mereka mencakup petisi berskala besar, boikot terhadap produk yang dihasilkan dari tenaga kerja budak, serta penyebaran pamflet dan tulisan yang menggambarkan kekejaman sistem perbudakan. Media cetak dan komunikasi publik menjadi alat yang sangat efektif dalam menyebarkan pesan anti-perbudakan, yang kemudian menginspirasi gerakan serupa di berbagai negara lain, termasuk Amerika Serikat dan Prancis.

Salah satu poin penting dalam bab ini adalah bagaimana gerakan anti-perbudakan menunjukkan bahwa perubahan sosial dapat dicapai melalui kolaborasi lintas batas dan tekanan moral serta politik terhadap pemerintah. Organisasi-organisasi ini mengembangkan metode advokasi yang kemudian menjadi model bagi berbagai NGO's modern, seperti Amnesty International dan Human Rights Watch. Mereka menggunakan pendekatan diplomasi publik, membangun koalisi internasional, dan memanfaatkan opini publik untuk mempengaruhi kebijakan negara.

Selain itu, bab ini menyoroti bahwa setelah penghapusan perbudakan secara resmi, banyak mantan aktivis anti-perbudakan tetap aktif dalam berbagai gerakan sosial lainnya, seperti perjuangan hak-hak buruh, hak perempuan, dan keadilan sosial. Ini menunjukkan bahwa gerakan anti-perbudakan tidak hanya berakhir setelah tujuan awalnya tercapai, tetapi juga memberikan warisan dalam bentuk struktur organisasi dan strategi advokasi yang masih digunakan hingga saat ini.

Kesimpulannya, bab ini memberikan wawasan yang kuat tentang bagaimana gerakan anti-perbudakan menjadi cikal bakal dari berkembangnya organisasi non-pemerintah internasional. Dengan memanfaatkan jaringan global, diplomasi publik, dan kampanye kesadaran, gerakan ini membuktikan bahwa advokasi yang konsisten dan strategis dapat membawa perubahan nyata. Dalam konteks dunia modern, banyak pelajaran dari gerakan ini masih relevan, terutama dalam perjuangan hak asasi manusia dan keadilan sosial di tingkat global.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun