Pada zaman dahulu, di tanah Kanaan, hidup seorang nabi mulia bernama Yusuf 'alaihissalam. Ia adalah putra dari Nabi Ya'qub dan dikenal sebagai anak yang cerdas, bijak, dan rupawan. Sayangnya, kecintaan Ya'qub kepada Yusuf membuat saudara-saudaranya iri. Mereka merasa diabaikan dan direndahkan, sehingga hati mereka dipenuhi dengki.
Hingga suatu hari, mereka merencanakan kejahatan yang mengerikan. Yusuf yang masih kecil ditipu, lalu dilemparkan ke dalam sumur tua yang gelap dan dalam, jauh dari rumah dan orang tuanya yang mencintainya. Mereka kemudian berbohong kepada sang ayah, mengatakan bahwa Yusuf telah dimakan serigala.
Bertahun-tahun Yusuf menderita. Ia dijual sebagai budak, lalu difitnah oleh istri seorang pejabat tinggi Mesir, dan akhirnya dipenjara. Namun Yusuf tidak pernah menaruh dendam. Ia tetap menjaga hatinya, berprasangka baik kepada Allah, dan menerima takdir dengan lapang dada.
Waktu berlalu. Dengan izin Allah, Yusuf dibebaskan dari penjara dan diangkat menjadi menteri keuangan Mesir karena kecerdasannya menafsirkan mimpi dan kebijaksanaannya mengelola negara. Saat Mesir dilanda kelaparan, datanglah sekelompok lelaki asing dari negeri jauh meminta bantuan---mereka adalah saudara-saudara Yusuf.
Mereka tidak mengenali Yusuf, tapi Yusuf mengenali mereka.
Inilah saatnya Yusuf membalas dendam jika dia mau. Tapi apa yang Yusuf lakukan?
Ia tidak menghukum mereka. Tidak membalas kejahatan mereka. Tidak mengungkit masa lalu.
Dengan penuh kasih, Yusuf berkata:
"Tidak ada cercaan terhadap kalian pada hari ini. Semoga Allah mengampuni kalian. Dia adalah Maha Penyayang di antara para penyayang."
(QS. Yusuf: 92)
Yusuf tidak hanya memaafkan, tapi juga memberi mereka makanan, tempat tinggal, dan mempertemukan mereka kembali dengan ayah mereka, Ya'qub.