Mohon tunggu...
Martina PuspitaSari
Martina PuspitaSari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Administrasi Publik

Tetap semangat...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Si Anak Tukang Jahit

20 November 2021   21:07 Diperbarui: 20 November 2021   21:40 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suara mesin jahit yang terdengar sangat tidak asing. Wanita paruh baya itu sedang merangkai kain-kain dengan teliti dan menjahitnya dengan teratur, ditemani sang buah hati yang sedang terduduk sembari bermain di bawah tepat sebelah kursi sang wanita paruh baya tersebut duduki. Wanita paruh baya itu sesekali melihat malaikat kecil nya sedang bermain sendiri di sebelah nya, menghela napas panjang dan tersenyum itu lah yang dia lakukan dan rasakan ketika melihat buah hati laki-laki berumur 6 tahun tersebut terduduk manis disebelah nya.

Tepat...

3 tahun kemudian...

     Di jalan yang sepi terdengar suara-suara gagah dari segerombol laki-laki berseragam  loreng sedang berlari dengan penuh semangat. Tiba-tiba ketika mereka sedang melakukan kegiatan tersebut, seorang kakek tua yang sedang mengayuh sepedah dengan membawa berbagai sayur-mayur di kanan dan kiri sepeda nya, terjatuh tepat di jalan yang mereka lewati. Tidak butuh waktu lama segerombol laki-laki berseragam loreng tersebut membantu kakek tua dan sepeda nya berdiri, tidak lupa dengan sayur-mayur nya  yang dikebalikan ketempat semula. Mereka membantu kakek tua itu untuk kembali menaiki sepedah nya.

     Tanpa mereka sadari di seberang sana terdapat seorang anak laki-laki yang ingin berangkat sekolah, sedang memperhatikan mereka dengan wajah kagum serta tatapan yang penuh arti. Kejadian itu membuat anak laki-laki tersebut ingin menjadi seperti mereka.

Di sekolah...

     Tepat di dalam kelas, seorang guru bertanya pada nya ketika besar nanti ia ingin menjadi apa, tanpa ragu ia menjawab bahwa ia akan menjadi seorang tentara yang gagah dan bisa membantu rakyat. Namun nyata nya jawaban nya itu mendapat ejekan dari teman-teman kelas nya, salah satu terman nya berkata bahwa ia miskin dan tak pantas untuk menjadi seorang tentara bahkan teman-teman lain nya pun ikut menjelak-jelakan dengan kata-kata yang tak pantas dilontar kan dan didengar anak seusia nya.

     Kepala nya tertunduk dan mata yang menatap kebawah, tidak ada keberanian menatap teman-teman nya, hanya itu yang bisa ia lakukan. Sedih, kecewa, dan rasa sakit hati yang ia rasakan ketika teman sekelas nya berbicara seperti itu.

Di rumah...

     Suara mesin jahit yang tak asing menemani nya merenung di tempat duduk depan TV yang tidak jauh dari ibu nya itu. Ibu nya pun menegur dan bertanya menyapa ia tidak belajar dan hanya duduk dikursi sembari menonton TV.

     Lalu ia menjawab "aku ingin seperti mereka bu, gagah dan bisa menjaga negara ini walaupun bertumpah darah sekalipun, aku mau, aku siap", ucap nya.  Itu membuat ibu nya tersenyum dan berkata bahwa "apakah ia sayang negara ini", dengan percaya diri ia menjawab perkataan ibu nya " sangat bu, tapi apakah aku bisa seperti mereka, aku kan hanya anak tukang penjahit". Pernyataan itu membuat hati sang wanita paruh baya itu sakit, dia hanya bisa membalas dengan senyuman tipis dan air mata yang membendung dimata nya seakan dia tidak percayaan yang dikata kan anak nya itu. Sakit tapi itu lah kenyataan nya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun