Namun, dari kacamata saya, justru menjadi kebalikan nya. Pemain lokal bukan permainan nya yang berkembang malah keraguannya yang bertambah.
Mungkin anggapan pemain keturunan lebih baik, postur tubuhnya dan dasarnya bagus, punya segudang pengalaman di Eropa membuat pemain lokal minder sehingga saat dipasangkan dengan pemain keturunan ingin passing kesana kemari jadi ragu-ragu. Mudah direbut bolanya oleh musuh.
Saat pemain keturunan berbuat kesalahan. Entah mengapa saya sangat yakin kebanyakan pemain lokal takut-takut mencoba menjelaskan kesalahan permainannya.
Jika meragukan pendapat saya bandingkan saja permainan timnas Indonesia sebelum diisi banyak pemain keturunan saat menghadapi Curacao dan Kuwait dengan yang sekarang. Pasti tampak jelas perbedaannya.
Lantas bagaimana solusi mengatasi masalah ini?
Timnas Junior
Akademi Sepakbola khusus yang melatih banyak pemain muda dari berbagai daerah mungkin bisa menjadi jawaban. Semacam proyek blue lock yang ada di anime Jepang. Nantinya pemain muda terpilih akan dilatih oleh pelatih asing berpengalaman yang menangani kelompok umur.
Oleh karena itu, PSSI sangat disarankan untuk mengambil jasa pelatih timnas kelompok umur yang berpengalaman dan terbukti prestasinya.
Misalnya saja mengambil mantan pelatih timnas negara luar yang mempunyai pengalaman memenangkan piala dunia. Tidak harus senior yang kelompok umur juga bisa untuk memperkuat fondasi kekuatan sepakbola Indonesia.
Pelatihan ini harus dilakukan 3-5 tahun dengan mengambil 100 pemain muda terbaik di Indonesia lalu menempa dan menjadikannya generasi emas sepakbola Indonesia di masa yang akan datang.
Namun, jika memang PSSI berniat melakukan projek ini perlu diingat tidak cukup hanya didalam negeri saja. Pelatihan diluar juga harus dilakukan minimal 1 tahun.
Para pemain muda kita harus di adu dengan banyak pemain muda luar negeri agar membentuk pengalaman tidak takutan dan tahu apa yang harus dilakukan saat bersentuhan dengan bola.