Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Anies: Banyak Jabatan Karena Koneksi, Bukan Kompetensi - Berkaca dari Diri?

9 Oktober 2025   20:58 Diperbarui: 9 Oktober 2025   20:58 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anies Baswedan (ANTARA)

Ada kalimat menarik dari Anies Baswedan baru-baru ini: "Banyak jabatan sekarang diberikan bukan karena kompetensi, tapi karena koneksi." Sebuah kritik pedas yang, seperti biasa, diluncurkan dengan gaya akademis berbungkus moralitas. Tapi di balik tutur lembutnya, ucapan itu seperti anak panah yang diarahkan tepat ke jantung pemerintahan Prabowo Gibran.

Namun, mari berhenti sejenak. Kritik ini tentu punya dasar. Publik memang menyaksikan sendiri bagaimana kabinet Prabowo --- yang semula dijanjikan sebagai "kabinet ahli" atau "zaken kabinet" --- kini tampak lebih mirip kabinet rekonsiliasi politik. 

Jumlah menterinya membludak, lengkap dengan sederet wakil menteri yang entah siapa yang memintanya. Partai-partai besar, bahkan yang kecil tapi bersuara nyaring, semua kebagian kursi. Dalam politik Indonesia, ini disebut "bagi-bagi kekuasaan," tapi dalam bahasa yang lebih sopan disebut "akomodasi politik."

Padahal, seperti kata filsuf Tiongkok kuno, Confucius, "Bila orang yang tidak cakap menduduki jabatan penting, negeri akan kacau." Tampaknya kutipan ini semakin relevan di tengah euforia politik pasca-pemilu. Memilih orang yang tepat di posisi yang tepat adalah kunci, tapi di negeri ini, sering kali yang dipilih adalah orang yang tepat untuk melayani kepentingan tertentu.

Janji Kabinet Para Ahli, Realita Kabinet Para Rekan

Ketika Prabowo berjanji akan membentuk kabinet para ahli, publik sempat berharap ada angin segar. Bayangan teknokrat profesional, ahli ekonomi, pendidikan, dan energi pun berkelebat. Tapi seperti biasa, realitas politik lebih kuat daripada idealisme. Yang muncul bukan kabinet ramping dan efisien, tapi kabinet super gemuk --- dengan 40 lebih pos, belum termasuk staf khusus, penasihat, dan berbagai jabatan tambahan.

Rakyat tak butuh banyak nama di kementerian; mereka butuh hasil. Harga pangan, lapangan kerja, dan pelayanan publik yang nyata. Tapi, bagaimana bisa fokus pada kinerja jika energi lebih banyak dihabiskan untuk menyeimbangkan kursi kekuasaan antar partai?

Kritik Anies pun menemukan momentumnya. Namun, publik yang cerdas tidak hanya mendengar apa yang ia katakan, tapi juga siapa yang mengatakannya.

Kaca Spion Seorang Anies

Sebab, bukankah Anies juga punya sejarah yang serupa? Ia pernah diberhentikan di tengah jalan saat menjabat Menteri Pendidikan. Banyak yang menilai, kala itu bukan hanya karena politik, tapi juga karena kurangnya adaptasi dan kesiapan dalam birokrasi pemerintahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun