Inilah ujian terbesar bangsa ini --- bukan sekadar menjadi tuan rumah yang baik, tapi menjadi bangsa yang bisa menahan diri dari godaan populisme murahan. Kita boleh berteriak lantang tentang kemanusiaan di podium politik, tapi nilai kemanusiaan sejati justru diuji di lapangan: ketika kita berani membuka tangan untuk berjabat dengan mereka yang berbeda.
Jika olahraga adalah cermin jiwa bangsa, maka menolak atlet Israel adalah tanda bahwa kita belum siap menatap diri sendiri. Padahal, kemenangan terbesar dalam olahraga --- dan dalam hidup --- bukan mengalahkan lawan, melainkan menaklukkan ego dan prasangka dalam diri.
Bangsa yang besar bukanlah yang lantang menolak, tetapi yang berani menunjukkan kematangan moral dan rasionalitas. Seperti kata Lao Tzu, "He who conquers others is strong; he who conquers himself is mighty."
Kini saatnya Indonesia memilih: menjadi kuat dengan kebencian, atau berdaulat dengan kebijaksanaan. Sebab bangsa yang benar-benar besar adalah bangsa yang menjunjung tinggi sportivitas --- bahkan terhadap mereka yang berbeda.***MG
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI