Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Konsumen Bayar Royalti, Pengusaha Tidak Mau Rugi?

12 Agustus 2025   19:09 Diperbarui: 13 Agustus 2025   06:50 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Struck dengan Biaya Royalti (Kalteng Pos)

Dari musik di restoran sampai biaya plastik di minimarket: kalau bisa dibayar orang lain, kenapa harus bayar sendiri?

---

Biaya Royalti: Nada Baru dalam Struk Lama

Di negeri ini, bahkan makan malam bisa berubah jadi konser amal. Anda datang, duduk, memesan nasi goreng, lalu sambil menunggu pesanan, telinga dimanjakan lagu-lagu hits. Saat struk datang, ternyata ada "bonus track": Biaya Royalti Rp29.000. Mendadak, nasi goreng itu terasa seperti paket bundling konser yang tidak pernah Anda pesan.

Padahal, menurut Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor HKI.2.OT.03.01-02 Tahun 2016, yang wajib membayar royalti adalah pemilik atau pengelola usaha yang memanfaatkan musik untuk tujuan komersial. Tarifnya jelas: Rp60.000 per kursi per tahun untuk hak pencipta, dan Rp60.000 lagi untuk hak terkait. Restoran 50 kursi cukup merogoh sekitar Rp6 juta setahun, alias Rp500 ribu per bulan. Kalau dibagi rata ke ratusan pelanggan, beban per orang sangat kecil --- mungkin setara harga sepotong kerupuk. Tapi entah kenapa, kerupuk itu malah dimasukkan ke piring pelanggan.

---

Tradisi Lama: Bebanmu Adalah Bebanku... yang Saya Lempar Balik

Di Indonesia, ada tradisi bisnis yang unik: kalau bisa dibayar konsumen, kenapa harus rugi sendiri? Listrik naik? Harga menu naik. Sewa tempat melonjak? Ada biaya tambahan. Ada aturan baru soal royalti? Ya sudah, bikin saja pos khusus di struk. Seakan-akan konsumen adalah dompet tanpa dasar, siap menampung semua biaya yang muncul di kepala manajemen.

Fenomena ini mirip dengan biaya kantong plastik di minimarket yang konon untuk menyelamatkan lingkungan, tapi anehnya, uangnya tidak pernah terdengar kabarnya. Atau biaya "admin" saat bayar tagihan listrik di loket resmi, padahal itu bagian dari layanan yang seharusnya sudah masuk dalam bisnis inti. Pengusaha kadang lupa, transparansi bukan berarti menuliskan semua beban di struk, tapi menjelaskan dengan jujur dan adil kenapa beban itu ada --- dan apakah mereka ikut menanggungnya.

---

Di Luar Negeri, Nada yang Lebih Elegan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun