Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menteri Kesehatan Vs Kalangan Dokter: Panas Lagi, Ada Apa?

22 Mei 2025   13:58 Diperbarui: 22 Mei 2025   13:58 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kesehatan (krajan.id)

Ketegangan antara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan kalangan dokter kembali memanas. Kali ini, bukan sekadar adu argumen di ruang tertutup, tapi sudah menjadi perbincangan luas di publik. Yang menjadi sorotan adalah peran dan kewenangan kolegium kedokteran yang dinilai terlalu diintervensi oleh pemerintah. Bahkan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), institusi pendidikan kedokteran paling bergengsi di tanah air, secara terbuka menyampaikan keberatannya.

Lantas, apa sebenarnya yang sedang terjadi?

---

Kilas Balik: Ketika IDI Terlalu Perkasa

Masih ingatkah ketika Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pernah dianggap terlalu dominan dalam mengatur profesi kedokteran? Kala itu, IDI seperti berada di atas angin---pengawas, pengatur, bahkan sekaligus pengadili dalam satu wadah. Pemerintah pun tampak tak berdaya.

Namun, semua berubah saat lahirnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. UU ini menjadi titik balik penting. Kolegium, yang sebelumnya di bawah organisasi profesi, kini dipindahkan ke bawah Konsil Kesehatan Indonesia (KKI), yang berada langsung di bawah Presiden. Artinya, pengawasan dan pengendalian profesi kedokteran tak lagi dimonopoli organisasi profesi, melainkan diawasi oleh negara.

Tujuannya jelas: memperkuat peran pemerintah dalam menjamin kualitas layanan kesehatan bagi masyarakat. Tapi, perubahan besar ini rupanya menimbulkan gejolak baru.

---

Kolegium Dipertanyakan: FKUI Angkat Suara

Ketegangan baru mencuat awal Mei 2025. Sebanyak 158 guru besar FKUI menyampaikan surat terbuka yang mengkritisi kebijakan Kemenkes. Ada beberapa poin utama yang jadi keberatan:

1. Kolegium tidak independen lagi.
Pemilihan anggota kolegium dianggap tidak dilakukan secara demokratis. Bukan dipilih oleh sejawat melalui mekanisme voting, melainkan ditentukan langsung oleh Kemenkes.

2. Mutasi dokter pengajar tanpa koordinasi.
Beberapa dokter yang juga berperan sebagai pengajar di fakultas kedokteran dimutasi secara mendadak tanpa melibatkan institusi pendidikan. Hal ini dinilai merugikan dunia akademik.

3. Restrukturisasi rumah sakit pendidikan.
Perubahan struktur organisasi rumah sakit pendidikan yang tidak melibatkan institusi akademik dikhawatirkan akan merusak sinergi antara pendidikan dan pelayanan kesehatan.

Pernyataan ini tidak hanya datang dari FKUI, tetapi kemudian juga diikuti oleh kampus-kampus kedokteran lain di berbagai daerah. Semuanya menilai, ada kecenderungan intervensi berlebihan dari pemerintah dalam urusan yang selama ini menjadi domain keilmuan dan profesi.

---

Kemenkes Membalas: Demi Rakyat, Bukan Intervensi

Menanggapi kritik tersebut, Menteri Kesehatan tidak tinggal diam. Dalam pernyataan resminya, Kemenkes menyebut bahwa kolegium kini justru lebih independen, karena tidak lagi berada di bawah organisasi profesi, tetapi langsung bertanggung jawab kepada negara melalui KKI. Bahkan, mereka mengklaim proses pemilihan kolegium kini melibatkan lebih banyak unsur tenaga kesehatan dan lebih transparan.

Terkait mutasi dokter, Kemenkes menyebut hal itu merupakan bagian dari reformasi sistem kesehatan nasional. Mutasi dilakukan untuk pemerataan dan peningkatan layanan, bukan untuk melemahkan institusi pendidikan.

Namun, tetap saja, perbedaan cara pandang ini menimbulkan gesekan. Kalangan akademisi merasa ruang mereka dikerdilkan, sementara pemerintah yakin bahwa intervensi ini justru untuk memperbaiki sistem.

---

Titik Temu yang Harus Dicari

Konflik ini sejatinya bukan hanya tentang siapa yang berwenang, tapi lebih dalam dari itu: soal arah pembangunan sistem kesehatan nasional. Di satu sisi, pemerintah ingin memperluas akses layanan kesehatan dan menjamin kualitas dokter yang merata di seluruh Indonesia. Di sisi lain, akademisi dan profesi ingin menjaga kualitas dan independensi pendidikan serta kompetensi medis.

Jadi, apa yang harus dilakukan?

Pertama, dialog terbuka perlu dikedepankan. Bukan lagi saling sindir di media, tapi duduk bersama untuk membahas secara teknis dan substantif.

Kedua, transparansi dalam pengambilan keputusan harus dijaga. Pemilihan kolegium, penyusunan kurikulum, hingga mutasi tenaga medis perlu disampaikan secara terbuka dan melibatkan pemangku kepentingan yang relevan.

Ketiga, evaluasi UU Kesehatan perlu segera dilakukan. Meski niat awalnya baik, implementasinya tidak boleh menimbulkan keresahan yang justru kontraproduktif.

---

Kesehatan Bukan Sekadar Urusan Pemerintah

Publik harus menyadari bahwa kesehatan bukan semata urusan pemerintah atau dokter, tapi urusan kita bersama. Jika dokter merasa tak dilibatkan, pendidikan terganggu, dan pelayanan memburuk, maka yang dirugikan bukan mereka semata---tetapi kita semua sebagai rakyat.

Kementerian Kesehatan dan Fakultas Kedokteran harus sama-sama sadar bahwa prioritas utama mereka adalah masyarakat. Bukan ego lembaga, bukan kewenangan jabatan, tapi hak rakyat untuk sehat dan mendapat layanan terbaik.

Kini saatnya mengakhiri gesekan dan membangun kolaborasi. Karena untuk membangun sistem kesehatan yang kuat, kita tidak hanya butuh regulasi, tapi juga kepercayaan dan sinergi antar semua pihak.

---

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun