Mengapa Mereka Tetap Memaksakan Tuduhan?
Ada beberapa kemungkinan mengapa tuduhan ini masih terus dihembuskan bahkan setelah Jokowi lengser:
1. Motif Politis dan Balas Dendam Elektoral
Sebagian pihak merasa kecewa atas hasil Pemilu 2024, dan tuduhan ini digunakan untuk menggerus legitimasi pihak-pihak yang diasosiasikan dengan Jokowi.
2. Menciptakan Narasi Alternatif
Ketika fakta tak mendukung keyakinan, mereka menciptakan narasi baru untuk menjaga kohesi kelompok.
3. Eksploitasi Algoritma Sosial Media
Tuduhan sensasional seperti ini mudah viral, memancing simpati kelompok tertentu, dan memperkuat ekosistem disinformasi.
4. Membentuk Imaji Jokowi Pasca-Kepresidenan
Dengan menyerang reputasi akademik, mereka mencoba mengaburkan warisan politik dan sosial yang dibangun selama 10 tahun Jokowi memimpin.
Pelajaran dari Proses Ini
Selama menjabat maupun setelahnya, Jokowi telah menunjukkan bahwa dirinya tidak pernah menghindari proses hukum. Ia tidak membalas para pelapor dengan tuntutan balik, melainkan menyerahkan semuanya kepada aparat penegak hukum dan lembaga yudikatif. Dari sini, kita bisa belajar beberapa hal penting:
Hukum Harus Menjadi Penjaga Rasionalitas Demokrasi
Ketika hoaks menjadi senjata politik, hukum harus hadir sebagai pelurus fakta.
Kritik Harus Berbasis Data, Bukan Narasi Pribadi
Demokrasi membutuhkan oposisi yang kuat, tapi juga yang bertanggung jawab secara intelektual dan moral.
Masyarakat Harus Melek Literasi Informasi
Jangan biarkan humor, editan video, atau potongan pernyataan menggiring opini kita tanpa verifikasi.
Jangan Normalisasi Ketidakwarasan Politik
Jika candaan bisa dijadikan bukti hukum, maka batas antara kebebasan berpendapat dan penyebaran kebohongan menjadi kabur.