Politik Simbolik, Gaya Jokowi
Jokowi memang dikenal tak suka frontal. Sejak menjabat wali kota Solo, kemudian gubernur DKI Jakarta, hingga presiden dua periode, ia memilih simbol daripada retorika. Ia menjawab sindiran dengan kerja, tuduhan dengan aksi nyata.
Kunjungan ke rumah Kasmudjo adalah bentuk politik simbolik yang khas. Dalam konteks politik komunikasi, ini adalah teknik yang disebut "strategic silence", yaitu ketika seorang pemimpin tidak meladeni tuduhan secara langsung, tetapi menunjukkan kebenaran melalui tindakan. Bukan sekadar defensif, tapi ofensif dalam diam.
Dalam budaya Jawa, ini sejalan dengan prinsip "alon-alon asal kelakon"---pelan tapi pasti, tidak meledak-ledak, namun tepat sasaran.
---
Apa yang Bisa Dipelajari dari Sikap Jokowi?
Pertama, Jokowi menunjukkan bahwa tidak semua fitnah layak dijawab dengan emosi. Kadang, cukup tunjukkan kebenaran melalui kesaksian orang-orang yang benar-benar tahu.
Kedua, Jokowi memahami bahwa saat tuduhan menyentuh orang lain---dalam hal ini dosennya---ia tidak boleh tinggal diam. Kehadirannya menjadi kekuatan moral bagi Kasmudjo yang tengah berada dalam tekanan. Ini adalah bentuk leadership empathy yang jarang terlihat di panggung politik.
Ketiga, Jokowi juga memperlihatkan cara berpolitik tanpa memperkeruh suasana. Ia tidak menyerang balik, tidak membawa massa, tidak menyulut konflik horizontal. Ia hanya berjalan dan mengetuk pintu seorang guru, lalu mendoakan kesehatannya. Sederhana, namun penuh makna.
---
Mengembalikan Politik ke Akarnya: Moral dan Keteladanan
Dalam situasi politik yang semakin brutal---di mana hoaks dan fitnah menjadi senjata utama---tindakan Jokowi seharusnya menjadi pelajaran. Politik tidak melulu soal adu suara dan kekuasaan, tapi juga soal keteladanan, nilai, dan penghormatan kepada orang-orang yang berjasa.