Pukul 20.14 waktu Vatikan, dunia menyaksikan momen bersejarah. Dari balkon utama Basilika Santo Petrus, sosok yang selama berhari-hari dinanti akhirnya muncul di hadapan ribuan umat dan kamera dunia. "Habemus Papam" --- kita memiliki Paus --- terdengar menggema, menandai terpilihnya pemimpin baru umat Katolik sedunia menggantikan Paus Fransiskus yang telah berpulang.
Namanya: Paus Leo XIV, usia 69 tahun. Ia adalah Paus pertama dalam sejarah Gereja Katolik yang berasal dari Amerika Serikat, lahir di Chicago pada 14 September 1955. Nama aslinya adalah Robert Francis Prevost, seorang anggota Ordo Santo Agustinus yang sebelumnya menjabat sebagai Prefek Dikasteri untuk Para Uskup serta Uskup Chiclayo di Peru.
Penampilannya yang sederhana namun karismatik malam itu menjadi pusat perhatian. Namun, bukan hanya sosoknya yang membuat publik terdiam, melainkan juga pesan pertamanya yang penuh makna.
Pesan Pertama yang Jadi Arah Kepemimpinan
Dalam pidato perdananya yang singkat namun sarat makna, Paus Leo XIV berkata, "Biarlah Gereja menjadi jembatan harapan, bukan benteng kekuasaan." Kalimat itu langsung menjadi kutipan yang viral dan dikutip di berbagai media internasional.
Ia tidak berbicara panjang tentang dogma, hierarki, atau soal Vatikan sendiri. Sebaliknya, ia memulai dengan "manusia, penderitaannya, dan harapan". Sebuah deklarasi moral yang menyiratkan arah baru kepemimpinannya: Gereja akan bergerak dari eksklusivitas menuju keterbukaan, dari menara gading menuju jalan kemanusiaan.
Namun ada satu bagian penting yang patut dicatat: dalam pidatonya, Leo XIV juga menyampaikan penghormatan mendalam kepada Paus Fransiskus. "Kepada gembala yang telah membuka pintu belas kasih dan menunjukkan bahwa kelembutan adalah kekuatan sejati Gereja --- terima kasih, Paus Fransiskus, atas teladan yang luar biasa," ujarnya, disambut tepuk tangan yang panjang.
Ungkapan itu bukan hanya basa-basi. Ia menunjukkan kesinambungan, bahwa Paus Leo XIV tidak datang untuk menghapus jejak pendahulunya, tetapi untuk melanjutkan dan memperdalamnya.
Siapa Paus Leo XIV?
Robert Francis Prevost bukan orang asing dalam diplomasi kemanusiaan Gereja. Sebelum menjabat sebagai Paus, ia dikenal sebagai tokoh yang aktif dalam pelayanan lintas benua. Bertahun-tahun melayani di Peru, ia dikenal dekat dengan komunitas miskin dan minoritas, serta vokal dalam isu-isu perubahan iklim, keadilan sosial, dan perlindungan migran.
Sebagai Prefek Dikasteri untuk Para Uskup, Prevost memiliki peran sentral dalam reformasi internal Gereja yang didorong oleh Paus Fransiskus, khususnya dalam proses seleksi uskup yang lebih transparan dan berorientasi pastoral.