Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Roy Suryo Usulkan Uji Forensik Ijasah Jokowi di Singapura: Antara Indepensi dan Narasi Politik

7 Mei 2025   14:04 Diperbarui: 7 Mei 2025   14:04 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Roy Suryo (detik.com)

Ketika api kontroversi tentang keabsahan ijazah Presiden Joko Widodo mulai meredup karena bukti-bukti hukum yang tak memadai, Roy Suryo kembali meniup bara itu. Kali ini, mantan Menpora dan figur publik yang gemar beropini soal teknologi ini, mengusulkan agar proses uji forensik ijazah Jokowi dilakukan di Singapura. Bukan di laboratorium forensik kepolisian Indonesia, bukan oleh ahli dari universitas-universitas ternama dalam negeri, melainkan di luar negeri. Alasannya? Supaya "lebih independen".

Namun, pertanyaan kritis pun muncul: benarkah ini murni soal independensi? Atau hanya bagian dari strategi narasi baru yang sedang disiapkan, yakni bahwa para penegak hukum di Indonesia tidak independen, dan Roy Suryo serta kawan-kawan adalah korban kriminalisasi?

Laporan Ijazah Palsu yang Berlarut

Kasus dugaan ijazah palsu Presiden Jokowi bermula dari laporan yang diajukan sejumlah pihak ke pihak kepolisian dan Mahkamah Konstitusi. Mereka menuduh bahwa Jokowi tidak pernah lulus dari Universitas Gadjah Mada (UGM), kampus tempat Presiden menempuh pendidikan S1-nya. Namun, UGM sendiri sudah berkali-kali membantah tuduhan tersebut. Rektor, dekan, dosen hingga arsip akademik menyatakan keabsahan ijazah itu. Bahkan, data alumni UGM menunjukkan bahwa Jokowi memang pernah terdaftar dan lulus dari sana.

Meski sudah berulang kali dibantah, para pelapor tetap mendorong proses hukum berjalan. Kini, kasus tersebut memasuki tahap pemanggilan saksi dan terlapor oleh kepolisian. Artinya, mereka yang menuduh, termasuk Roy Suryo, harus bersiap menghadapi konsekuensi hukum atas laporan yang mereka buat.

Uji Forensik di Singapura: Alasan yang Dipertanyakan

Di sinilah muncul manuver baru dari Roy Suryo: permintaan agar uji forensik ijazah Jokowi dilakukan di Singapura. Ia menyatakan bahwa forensik luar negeri akan lebih netral dan tidak berpihak. Tapi mengapa Singapura? Mengapa tidak laboratorium forensik internasional yang benar-benar independen seperti di Jerman, Belanda, atau Jepang? Singapura---meskipun berstandar tinggi---secara geografis, ekonomi, dan diplomatik sangat dekat dengan Indonesia.

Alasan "independensi" tampaknya bukan alasan utama. Ini lebih menyerupai bentuk distrust atau ketidakpercayaan terhadap lembaga hukum di Indonesia, sekaligus siasat membangun narasi bahwa lembaga penegak hukum di negeri ini sudah tidak netral. Dalam dunia politik Indonesia, ini bukan kali pertama strategi semacam ini dimainkan.

Indonesia Punya Ahli Forensik Berkualitas Dunia

Permintaan uji forensik di luar negeri secara tidak langsung meremehkan kapabilitas ahli forensik dalam negeri. Padahal, Indonesia sudah berkali-kali menangani kasus-kasus besar dengan akurasi forensik tinggi. Contohnya, pengungkapan kasus mutilasi oleh Sugianto (2021), rekonstruksi wajah korban dalam kecelakaan Sriwijaya Air SJ182, hingga analisis data forensik dalam kasus terorisme.

Lembaga seperti Puslabfor Bareskrim Polri memiliki reputasi yang mumpuni. Bahkan, beberapa tenaga ahli forensik Indonesia sudah diakui oleh asosiasi forensik internasional dan rutin terlibat dalam pelatihan regional Asia Tenggara.

Dengan kata lain, jika memang Roy Suryo yakin dengan keahliannya sendiri sebagai "pakar forensik digital", maka pengadilan adalah tempat terbaik untuk membuktikan bahwa hasil uji forensik yang dilakukan aparat Indonesia itu keliru atau tidak valid. Permintaan mengalihkan proses ke luar negeri justru memperlihatkan keraguan akan argumen dan bukti yang ia miliki sendiri.

Narasi Kriminalisasi: Antisipasi Kekalahan Argumen?

Permintaan Roy Suryo ini juga tampaknya disiapkan untuk membuka narasi lanjutan: bahwa dirinya dan kawan-kawan mengalami kriminalisasi karena menyuarakan kebenaran. Narasi ini bukan hal baru. Dalam banyak kasus politik di Indonesia, pihak yang kalah argumen atau terbukti salah dalam proses hukum kerap mengklaim bahwa mereka korban "rezim yang otoriter".

Namun dalam negara hukum, proses pembuktian ada di pengadilan, bukan di opini publik. Jika tuduhan palsu terbukti, maka konsekuensi hukumnya pun jelas. Jika sebaliknya, tentu negara juga harus memberikan keadilan.

Arah Kasus ke Depan: Politik atau Hukum?

Jika kasus ini murni urusan hukum, maka biarkan aparat penegak hukum yang bekerja dengan alat, data, dan hukum. Tapi jika ini sudah jadi panggung politik, publik patut kritis dan tidak mudah terbawa arus opini yang belum tentu berdasar.

Roy Suryo, sebagai publik figur, seharusnya bisa memberikan pendidikan politik yang sehat, bukan justru membangun narasi yang mendiskreditkan lembaga hukum tanpa bukti kuat. Apalagi, jika dalam prosesnya terbukti laporan yang dibuat adalah fitnah, maka pertanyaan yang lebih serius muncul: siapa sesungguhnya yang mencoreng demokrasi dan keadilan di negeri ini?

Ujian Bukan Hanya Untuk Ijazah

Akhirnya, publik perlu memahami bahwa yang sedang diuji bukan hanya keaslian ijazah seorang Presiden, tapi juga integritas orang-orang yang melaporkannya. Kebenaran tidak memerlukan pelintiran narasi atau pemindahan panggung ke luar negeri. Kebenaran bisa dibuktikan di mana saja---asal ada niat baik dan keberanian menghadapi fakta.

Dan saat ini, fakta tampaknya tidak sedang berpihak pada Roy Suryo.***MG

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun