Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Konsultan - Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Tuduhan Kecurangan: Adu Data Vs Tim Pencari Fakta

17 Mei 2019   16:23 Diperbarui: 17 Mei 2019   16:54 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: kicknews.today

Tuduhan kecurangan yang dilancarkan oleh kubu Prabowo semakin bertubi. 

Dalam pemaparan pada simposium yang katanya mau mengungkapkan kecurangan, data - data kecurangan itupun belum terlihat nyata. Bahkan timbul pertanyaan baru karena klaim persentase kemenangan berubah dari 62% menjadi 54%.

Walau pada saat simposium itu, pihak kubu Prabowo sesumbar menantang adu data, namun ketika dijawab oleh koalisi Jokowi bahwa mereka siap adu data saat rekapitulasi di KPU, kubu Prabowo justru mengelak.

Menjawab tantangan itu, bukannya mereka menyatakan siap, tapi malahan kubu Prabowo menantang balik agar kubu Jokowi bersedia mendukung dibentuknya Tim Pencari Fakta Kecurangan.

Rasanya jawaban dari tim Prabowo ini agak aneh. Toh mereka yang terlebih dahulu menantang untuk adu data, begitu tantangan diterima mereka malahan berkilah pada isu berbeda.


Kalau dilihat kedua hal ini, sebenarnya adu data pada saat rekapitulasi lah yang paling mudah untuk dilakukan. Juga hal ini sesuai dengan peraturan dan undang - undang Pemilu.

Jika benar mereka mempunyai data yang akurat, sebenarnya dengan cara inilah kubu Prabowo akan mudah membuktikan kecurangan yang mereka tuduhkan.

Dengan menolak untuk adu data, dan justru menantang pembentukan Tim Pencari Fakta, maka cara itu akan lebih lama dan juga mekanisme tersebut tidak resmi ada dalam undang - undang dan peraturan Pemilu.

Dalam hal ini Tim Pencari Fakta baru diperlukan jika semua mekanisme yang tersedia menemui jalan buntu. Juga jika ada bukti awal bahwa kecurangan tersebut memang bersifat Terstruktur, Sistematis dan Masif. 

Bukti awal TSM itupun belum bisa ditunjukkan oleh kubu Prabowo.

Penolakan ini tentu membuat publik semakin curiga, apakah benar data - data yang mereka punya itu ada dan bisa dipertanggungjawabkan?.

Sebenarnya dengan sistem Pemilu yang sekarang ada sangat sulitkah untuk melakukan kecurangan besar - besaran.

Setiap TPS mempunyai saksi dari kedua kubu. Juga ada saksi independen dan Bawaslu. Masing - masing saksi mendapat copy C1. Sehingga bisa di kroscek jika ada kecurangan  dan usaha menipu.

Dengan metode berjenjang, berarti dalam setiap tahapan yang dimulai dari TPS, desa, kecamatan/kelurahan, kabupaten/kota, propinsi dan terakhir secara nasional, semua data itu bisa ditelaah dan dikroscek ulang. 

Jika ditemukan kesalahan atau kecurigaan kecurangan, maka hal itu bisa dikoreksi dalam setiap tahapan.

Dalam penghitungan real count secara online di KPU pun perolehan suara bisa di telusuri dan dilacak sampai ke TPS. Apalagi  telah disiapkan data scan dari masing-masing formulir C1 yang sah.

Seandainya masih ada usaha untuk melakukan kecurangan, lembaga independen seperti Kawal Pemilu bisa dijadikan sebagai referensi tambahan.

Juga sebenarnya hasil Quick Count justru merupakan mekanisme kontrol untuk mencegah adanya kecurangan. Mekanisme Quick count dari lembaga independen tujuannya memang untuk itu.  Karena jika terjadi kecurangan maka hasilnya akan jauh atau mungkin bertentangan dengan hasil Quick Count. 

Kembali pada pertikaian antara adu data versus Pembentukan Tim Pencari Fakta. Secara logis, jika ingin membuktikan adanya kecurangan atau tidak, sesuai perundangan dan pasti lebih efektif, adalah dengan cara adu data pada saat rekapitulasi. 

Jika tidak berani melakukan itu maka jangan salahkan masyarakat jika menjadi curiga bahwa tuduhan kecurangan itu hanya isapan jempol belaka. ***MG

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun