Mohon tunggu...
mariska duwi arifin
mariska duwi arifin Mohon Tunggu... ASN PUSTAKAWAN PERPUSTAKAAN NASIONAL RI

Mari membaca buku

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Preservasi Koleksi Perpustakaan : Cara Jitu Menghindari Kehancuran Perpustakaan

25 September 2025   13:33 Diperbarui: 25 September 2025   13:32 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kegiatan mentransfer informasi tercetak ke bentuk digital seolah menjadi kesibukan utama perpustakaan besar Indonesia pada dasawarsa terakhir ini. Entah berapa ratus ribu bahkan jutaan gigabyte dokumen yang telah dijadikan digital di beberapa perpustakaan besar Indonesia. Tidak itu saja, mereka membuat pangkalan data referensi seperti katalog online, indeks subyek, dan sarana pencari informasi digital lainnya. Belum lagi jurnal elektronik, peta digital, data, atau dokumen kelabu (dokumen pemerintah yang tidak diterbitkan untuk umum) yang mereka koleksi dalam bentuk digital.

Dokumen digital rentan mengalami kerusakan dalam arti tidak dapat terbaca atau tak bisa diakses lagi. Barangkali keadaan ini bakal berubah menjadi bom waktu yang mengancam kelangsungan hidup perpustakaan digital. Selain itu, perkembangan peranti keras diikuti peranti lunak yang berubah versi dengan cepatnya juga menjadi kendala proses preservasi digital. Kelemahan yang muncul yaitu versi lama tidak bisa membaca informasi pada versi baru. Dunia digital Indonesia bergeming dengan ancaman tersebut dan kegiatan digitalisasi sepertinya mengalir begitu saja. Memang, selain kendala dalam hal mesin, dalam kasus tertentu dokumen digital terasa lebih mahal jika kita harus mencetaknya. Masalah-masalah sekitar warisan digital menjadi begitu kompleks sehingga dilakukan berbagai upaya oleh kalangan perguruan tinggi, institusi, dan bisnis, untuk mengembangkan cara melestarikan data yang diciptakan dalam bentuk digital. Tujuannya yaitu agar data tersebut masih dapat dipahami puluhan dan ratusan tahun kedepan.

Satu kunci untuk memperkecil pentingnya perangkat keras dan lunak asli adalah metadata, yaitu data tambahan yang mendeskripsikan informasi digital tersebut, dan menjelaskan bagaimana menggunakannya. Sambil menunggu situasi yang ideal itu, metadata yang lebih sederhana dapat membantu pemakai mencari dan menemukan isi (content) yang lahir dalam bentuk digital. Informasi seperti tanggal dan waktu yang menyertai file data dan pengirim/penerima yang menyertai e-mail, sebetulnya merupakan informasi deskriptif yang ditambah otomatis – artinya pengguna tidak perlu melakukan upaya tambahan. Sedangkan isi dari file berupa teks, bisa berfungsi sebagai metadata internal yang siap untuk pengindeksan otomatis. Dalam konteks metadata ini berarti kita harus menciptakan metadata yang lebih lengkap, mendetil dan akurat, agar file ini tetap bisa dimanfaatkan (didengar, dilihat) dan ditelusuri.       

Media penyimpan sekarang begitu murah sehingga tidak menjadi masalah untuk menyimpan secara terus-menerus. Asal saja, kuantitasnya tidak terlalu besar. Memutuskan apa yang perlu disimpan dan yang bisa dibuang, masih tetap menjadi masalah. Kelebihan digital lain adalah gampangnya menyimpan kopi-kopi dokumen di tempat yang berbeda-beda. Dengan demikian preservasi menjadi suatu cara yang jitu untuk menghindari kehancuran perpustakaan akibat adanya bencana. (MDAP)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun